JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menyebut perlu upaya menyeluruh untuk mencegah anak terpapar indoktrinasi radikalisme.
Apalagi kini, KPAI membaca, banyak modus merekrut anak untuk masuk kelompok radikal. Yang lebih parah lagi ikut dalam tindakan radikal.
“Melihat bahwa banyak juga pola radikalisme pada anak tentu ya kita butuh upaya komprehensif untuk melakukan katakan ikhtiar pencegahan agar anak itu terselamatkan dan tidak terpapar (radikalisme),” kata Susanto, di Kantor KPAI, Jakarta, Senin (28/5/2018).
Susanto juga menyoroti pola baru infiltrasi radikalisme kepada anak. Menurut dia, pencegahan penyebaran radikalisme kepada anak akan sulit bila pelaku indoktrinasi adalah orangtua sendiri.
Baca juga: KPAI: Peran Pendidikan Penting untuk Tangkal Radikalisasme
“Kapan yang bersangkutan melakukan infiltrasi radikalisme pada anak susah dideteksi karena terjadi di ruang-ruang privat,” ucap Susanto.
Menurut Susanto, perlu pemberdayaan dan peningkatan keluarga yang tidak sebatas orientasi ekonomi, tetapi lebih kepada pemahaman dan edukasi mengenai nilai-nilai keluarga.
“Selain juga aspek penguatan ekonominya, penguatan pendidikan, wawasan keluarganya, wawasan pengasihan agar yang bersangkutan tidak memiliki radikalisme,” kata Susanto.
Lebih lanjut, Susanto mengatakan, institusi pendidikan memiliki peran untuk deradikalisasi. Ini bisa membantu menghindarkan anak-anak dari paham radikal atau membebaskan anak dari pemikiran itu.
Namun demikian, mesti dipastikan tenaga pendidiknya tak berpaham radikal.
“Dipastikan tenaga pendidikannya harus steril dari perspektif radikalisme,” kata dia.
Selain itu, Susanto mengatakan, untuk mencegah penyebaran paham radikalisme juga perlu penguatan dari perspektif keagamaan. Misalnya pemahaman kebangsaan bagi organisasi-organisasi siswa dan pelajar.
“Seperti OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), dikuatkan lembaga dakwah kampus yang terjadi, kenapa? kalau membaca dan melihat riset ternyata ada sejumlah laporan potensi infiktrasi dari beberapa kelompok mahasiswa,” ucap dia.
Pada kesempatan tersebut, Susanto meminta perguruan tinggi termasuk kementerian riset dan perguruan tinggi, dan kementerian pendidikan dan kebudayan melakukan upaya maksimal untuk menangkal radikalisme.
Baca juga: KPAI: Dilibatkan dalam Aksi Teror, Anak-anak adalah Korban Salah Pengasuhan
Di sisi lain, Susanto mengatakan, pentingnya mengontrol konten-konten sumber belajar bagi anak.
“Kita tahu bahwa saat ini sumber belajar sangat luas ada sumber belajar dalam bentuk buku, internet dalam bentuk e-book dalam bentuk PPT dalam bentuk lain,” kata Susanto.
Susanto meminta pihak terkait untuk melakukan monitoring terkait sumber belajar anak aman untuk dikonsumsi.
“Kalau ada konten-konten pendidikan yang berkonten radikal tentu ada upaya pencegahan, jangan sampai itu bisa dibaca oleh anak,” ucap dia.
Sementara, Susanto mengingatkan pentingnya literasi media sosial bagi anak untuk terhindar dari radikalisme.
“Anak-anak saat ini digital native ya anak sebagai pengguna media sosial seolah-olah dunianya,” kata dia.