JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kekurangan jaksa padahal beban perkara korupsi yang harus ditangani cukup banyak.
Apalagi saat ini KPK sedang menangani kasus-kasus lama yang sempat tak tersentuh seperti kasus Bank Century dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Kalau mau saya menyebutkan, bottleneck itu di penuntutan, karena banyak (perkara) kemudian jaksanya terbatas, kami memang belum diberi (oleh Kejaksaan Agung) dan (jaksa) mau pulang," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kantornya, Jakarta, Jumat (25/5/2018).
Baca juga: Ketua KPK Usulkan Sanksi Sosial bagi Koruptor untuk Bersihkan Sampah di Pasar
Ia menyebutkan, saat ini pihaknya mempunyai 80 jaksa. Namun akan berkurang karena 5 jaksa kembali ke Kejaksaan Agung pada tahun ini.
Ia merasa jumlah jaksa yang sedikit itu berpengaruh signifikan atas kinerja penuntutan di KPK.
Oleh karenanya, menginginkan adanya revisi terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Revisi yang dimaksudkan khusus untuk jaksa. Sepanjang dia belum diminta oleh Kejaksaan Agung sebaiknya dia tidak dipulangkan," katanya.
Baca juga: Soal Kelanjutan Kasus Century, Ketua KPK Janji Tak Akan Khianati Bangsa
Agus menjelaskan, revisi aturan tersebut hanya untuk memuat aturan tambahan agar jaksa yang ada di KPK tidak keluar walaupun telah bertugas selama 10 tahun.
Selain itu, jaksa di KPK diharapkan tak keluar terlebih dulu apabila Kejaksaan Agung belum memanggil mereka.
Menurut dia, kurangnya jaksa di internal KPK akibat banyaknya jaksa yang telah pulang ke tempat asalnya karena masa dinasnya di KPK telah selesai.
Bahkan, ada pula jaksa yang kembali pulang sebelum masa tugasnya habis.
Baca juga: Ajak Masyarakat Jadi Whistleblower, Ketua KPK Sebut Ada Hadiahnya
Agus juga menginginkan efektivitas penanganan perkara dengan mengelompokkan jaksa ke sejumlah tim dengan jumlah anggota yang kecil. Agus ingin setiap tim terdiri dari 3 hingga 4 jaksa.
Sementara selama ini, setiap tim terdiri dari 5 hingga 7 jaksa. Situasi itu membuat penanganan perkara cenderung sedikit dan belum efektif.
Ia ingin revisi aturan tersebut dan dukungan dari Kejaksaan Agung bisa meringankan sekaligus mempercepat penanganan perkara oleh KPK.
"Paling enggak butuh 25 tim. Kalau sekarang belasan atau tiga belas," ujar dia.