Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Tahun Reformasi, ICJR Nilai Kebebasan Berekspresi Masih Terancam

Kompas.com - 23/05/2018, 06:45 WIB
Reza Jurnaliston,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Sustira Dirga menilai bahwa kebebasan berekspresi di Indonesia masih terasa suram dan dalam keadaan terancam walau reformasi telah berjalan selama 20 tahun. 

ICJR menyatakan ini berdasarkan tingginya jumlah pelaporan hukum terkait kebebasan berekspresi di Indonesia pad era reformasi.

"Berdasarkan pantauan ICJR, pelaporan terkait kebebasan berekspresi masih mengancam," ucap Dirga dalam diskusi "Catatan 20 Tahun Reformasi: Kebebasan Berkumpul, Berekpresi, Berpendapat dan Hak Informasi Masih dalam Ancaman" di Kantor LBH Pers, Jakarta, Selasa (22/5/2018). 

Dirga menjelaskan, laporan yang sering terjadi adalah dengan dalih kebebasan berekspresi itu melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

"(Laporan) penghinaan naik dua kali lipat dibanding 2015. Setidaknya ada 49 kasus pada 2017 yang dilaporkan dengan Undang-Undang ITE," kata Dirga.

Baca juga: 16 Pasal RKUHP Ini Mengancam Kebebasan Pers dan Masyarakat...

Selain UU ITE, kata Dirga, undang-undang yang sering digunakan dan menjadi ancaman kebebasan berekspresi adalah KUHP.

Dirga bahkan menyatakan bahwa pasal-pasal penghinaan itu juga digunakan untuk membungkam kritik. Aturan penghinaan itu bahkan terkesan dipaksakan.

"Salah satunya kasus Heri Budiawan atau dikenal sebagai Budi Pego, aktivis lingkungan di daerah Banyuwangi yang diancam berdasarkan pasal mengenai penyebaran ajaran komunisme ataupun marxisme," ucap Dirga.

Sebelumnya, kata dia, ada juga kasus yang menjerat Adlun Fikri di daerah Ternate. Adlun merupakan orang yang mengunggah video mengenai dugaan suap oknum polisi lalu lintas dari pengendara.

Namun, Adlun kemudian diperiksa dengan tuduhan penyebaran ajaran komunisme atau marxisme karena kaos yang pernah dia pakai.

"Dia (Adlun Fikri) dilaporkan memakai baju tulisannya 'PKI, Pencinta Kopi Indonesia' dan akhirnya dia dilaporkan atas dasar penyebaran ajaran komunisme," tutur Dirga.

Baca juga: ICJR Minta Pengesahan RUU Antiterorisme Tak Cederai Kebebasan Sipil

Sejumlah pasal lain yang mengancam kebebasan berekspresi, ucap Dirga, adalah mengenai dugaan makar.

ICJR menyoroti penggunaan pasal makar yang digunakan kepada orang yang dianggap belum melakukan serangan. Sebab, definisi makar diambil dari aturan hukum Belanda yang mensyaratkan adanya serangan.

"Pada 2017 ICJR sempat mengajukan judicial review terkait pasal makar tersebut. Seharusnya pasal makar itu yang dari bahasa Belanda 'aanval' itu seharusnya diterjemahkan dengan adanya tindakan serangan," ujar Dirga.

Dirga menuturkan, berdasarkan studi ICJR pada 2016, ada 15 pasal makar yang diadili, namun secara dominan menyasar ekspresi politik.

"Seperti kasus Stepanus Tahapary alias Stevi yang hanya menyimpan video HUT Maluku Selatan, namun dia diancam pasal makar," kata dia.

Selain itu, ICJR juga menyoroti adanya pasal zombie, atau pasal yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi tetapi kembali dibahas dalam Rancangan KUHP yang saat ini masih berproses di DPR.

Baca: Polemik RKUHP, dari Menjerat Ranah Privat sampai Mengancam Demokrasi

Adapun pasal tersebut terkait dengan penghinaan presiden dan wakil presiden, juga penghinaan terhadap pemerintah.

"Bahwa akan ada dalam KUHP pembangkangan terhadap konstitusi, di mana pasal yang sebelumnya telah dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Konstitusi justru akan dihidupkan kembali," ucap Dirga.

Kompas TV Ajang ini adalah pameran foto 20 tahun reformasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com