JAKARTA, KOMPAS.com - Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88 berbeda pendapat dengan Kapolri soal definisi terorisme dalam pembahasan Revisi Undang-undang (RUU) No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Antiterorisme).
Hal itu diakui oleh anggota Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang Antiterorisme Arsul Sani.
"Nah tentu kan kalau surat dibuat dengan penelitian dan juga diskusi di internal Polri. Nah kalau pembahasan yang kebetulan dalam tim pemerintah ada elemen Densus itu kan ada dinamika, ada ekspresi sesaat. Nah besok kami dalami lagi apakah itu ekspresi sesaat," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Baca juga: JK Sebut Definisi Terorisme Hal Sederhana yang Tak Usah Diperdebatkan
Dalam rapat, Densus 88 menginginkan agar definisi terorisme tak dimasukan ke dalam batang tubuh, melainkan ke dalam penjelasan.
Sementara itu, dalam definisi resmi berdasarkan surat Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, Polri mendefinisikan terorisme sebagai kejahatan negara dan bermotif politik.
Karena itu dalam Rapat Pansus RUU Antiterorisme DPR akan mendalami kembali definisi terorisme dari Polri.
"Memang kalau kita lihat sumbangan definisi yang disampaikan melalui surat Kemenkopolhukam dan bahkan Kapolri sendiri itu ada frasa motif politik dan ideologi dalam kalimat definisi yang mereka usulkan pada pansus," lanjut Arsul.