JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas menilai bahwa pemerintah perlu mengatur secara utuh keberadaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terkait tugas dan fungsi dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme).
Ia mengusulkan restrukturisasi atau perubahan kelembagaaan BNPT menjadi Komisi Nasional Penanggulangan Terorisme.
"Usulan terhadap kelembagaan ini adalah diubah menjadi Komisi Nasional, dengan nama Komisi Nasional Penanggulangan Terorisme," ujar Busyro di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/5/2018).
Baca juga: Program Deradikalisasi BNPT Dianggap Tak Jelas Arahnya
Busyro menjelaskan, dengan berbentuk komisi nasional, pengisian jabatan komisioner dilakukan melalui mekanisme fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan.
Jabatan tersebut, kata Busyro, nantinya dapat diisi dari berbagai unsur seperti, TNI, Polri, tokoh masyarakat, tokoh agama dan akademisi.
"Anggota komisi terdiri dari lima sampai dengan tujuh orang. Periode kerja komisioner adalah satu kali dan tidak dapat diperpanjang. Masa kerja komisioner lima tahun," tuturnya.
Baca juga: Pengamat: Pelibatan TNI Berantas Terorisme Bergantung Pada BNPT dan Polri
Menurut Busyro, Komisi Nasional Penanggulangan terorisme nantinya dapat melaksanakan fungsi koordinasi antar-kementerian atau lembaga terkait.
Dengan demikian, kewenangan penanganan terorisme tidak bersifat parsial dan berada dalam pengawasan.
"Dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia tidak boleh ada lembaga yang memiliki kewenangan yang absolut karena cenderung menggunakan kekuasaan secara eksesif dan berpotensi melanggar hak-hak warga," ucap mantan Ketua KPK itu.