Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Apresiasi Pelunasan Uang Pengganti Rp 169,4 Miliar oleh Samadikun

Kompas.com - 18/05/2018, 10:49 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi terpidana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono mengembalikan sisa kerugian negara sebesar Rp 87 miliar secara tunai ke kas negara.

Pengembalian uang pengganti itu dilakukan melalui Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Proses pengembaliannya dilakukan di Plaza Bank Mandiri, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (17/5/2018).

"Ini, kan, kasus yang ditangani kejaksaan. Saya kira kalau ada terpidana membayarkan kewajibannya, apakah uang pengganti atau yang lain itu positif, ya. Karena itu, salah satu kinerja dari aparat hukum, yaitu kejaksaan," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Kamis (17/5/2018) malam.

Baca juga: Koruptor Samadikun Hartono Bayar Rp 87 Miliar ke Negara, Begini Penampakan Tumpukan Duitnya

Petugas saat membawa uang ganti rugi korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dari terpidana Samadikun Hartono di Gedung Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (17/5). Samadikun mengembalikan sisa kerugian negara senilai Rp 87 miliar. ribunnews/JEPRIMA Petugas saat membawa uang ganti rugi korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dari terpidana Samadikun Hartono di Gedung Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (17/5). Samadikun mengembalikan sisa kerugian negara senilai Rp 87 miliar.

Menurut Febri, KPK juga sedang menangani kasus BLBI dengan terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

Ia menegaskan, KPK menaruh perhatian besar mengingat besarnya dugaan kerugian negara dalam kasus ini.

"Kami sedang concern juga dengan kasus ini karena kerugian negaranya cukup besar, diduga sebesar Rp 4,58 triliun dan rencananya minggu depan akan digelar persidangan lebih lanjut," kata dia.

Ia memastikan, KPK telah menyiapkan jaksa yang mumpuni untuk menghadapi seluruh sangkalan dan membuktikan segala perbuatan dari terdakwa Syafruddin.

"Kita tahu persis, ketika ada usulan penghapusan write off, sebenarnya tidak pernah ada persetujuan di rapat kabinet tersebut. Namun, tetap saja kemudian dipandang Sjamsul Nursalim sudah memenuhi kewajibannya sehingga dibuatkan surat keterangan lunas. Ini yang kami pandang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 4,58 triliun," papar Febri.

Baca juga: Ini Kronologi Penangkapan Samadikun Hartono Setelah Buron Selama 13 Tahun

Oleh karena itu, KPK juga akan fokus pada pengembalian aset yang maksimal.

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebelumnya menyetorkan uang pengganti Rp 87 miliar dari Samadikun Hartono kepada kas negara melalui Bank Mandiri.

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Tonny Tubagus Spontana menjelaskan, Samadikun menyerahkan seluruh uang pengganti dengan mencicil empat kali.

Rinciannya, pertama Rp 40 miliar, kedua Rp 41 miliar, ketiga Rp 1 miliar dan keempat Rp 87 miliar.

"Itu merupakan total uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 169,4 miliar," ujar dia, seperti dikutip Antara.

Karena itu, ia mengimbau narapidana kasus korupsi lainnya agar melaksanakan perintah putusan majelis hakim.

"Momentum ini juga ditujukan bagi terpidana yang lainnya. Hendaknya melaksanakan pembayaran kepada negara. Jika tidak kami akan bertindak tegas," katanya.

Seiring lunasnya pembayaran uang pengganti itu, maka pihaknya juga akan mengembalikan barang-barang milik Samadikun Hartono yang telah disita.

Kompas TV Uang senilai Rp 87 miliar merupakan pelunasan uang pengganti atas vonis yang telah dijatuhkan terhadap Samadikun Hartono.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com