JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Defense, Security, and Peace Studies Mufti Makarim menilai, wacana pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) TNI tak relevan dengan proses pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) yang tengah berjalan.
Mufti mengatakan, aspek penindakan hanya menjadi bagian kecil dari berbagai aspek dalam penanganan terorisme.
Baca juga: Ketua Komisi I Pertanyakan Dasar Hukum Pembentukan Koopsusgab
Sementara, RUU Antiterorisme lebih mentitikberatkan pada aspek pencegahan, deteksi dini, kontra-radikalisme dan deradikalisasi.
"Menurut saya kalau dilihat dalam konteks ini ya tentu sebenarnya wacana pembentukan Koopsusgab ini menjadi tidak relevan, mengingat penindakan itu kan hanya menjadi satu scope yang paling kecil," ujar Mufti saat dihubungi, Kamis (17/5/2018).
Di sisi lain, lanjut Mufti, pengerahan kekuatan militer juga tidak menjadi bagian terpenting dari penindakan aksi terorisme.
Baca juga: Soal Koopsusgab, Politisi PDI-P Sebut Seluruh Elemen Mesti Turun Hadapi Teror
Menurut Mufti, seharusnya pemerintah fokus pada penguatan operasi intelijen. Dengan demikian aspek pencegahan dapat lebih diutamakan.
"Ibaratnya kalau misalnya ada penindakan itu kan bisa dibilang 90 persennya adalah operasi intelijen," kata Mufti.
"Sementara kalau lihat Koopsusgab yang dibicarakan oleh Pak Moeldoko itu adalah Koopsusgab yang berkali-kali latihan bareng dalam konteks penindakan. Misalnya latihan bareng di bandara, latihan pemindakan terorisme di gedung dan segala macamnya," ucapnya.
Secara terpisah, Ketua Setara Institute Hendardi menilai Presiden Joko Widodo sebaiknya turut aktif dalam penyelesaian RUU Antiterorisme ketimbang mengaktifkan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) TNI.
Baca juga: Anggota Pansus Sarankan Pembentukan Koopsusgab Tunggu Revisi UU Antiterorisme
Menurut Hendardi, RUU Antiterorisme merupakan cara yang lebih efektif dalam memberantas terorisme dibandingkan mengedepankan upaya-upaya represif.
Dalam draf RUU Antiterorisme yang tengah dibahas, Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memiliki kewenangan baru terkait.
"Dibanding menghidupkan kembali Komando (Koopsusgab) tersebut, Jokowi lebih baik turut aktif memastikan penyelesaian pembahasan revisi RUU Antiterorisme," ujar Hendardi kepada Kompas.com, Kamis (17/5/2018).
Baca juga: Pimpinan DPR Minta Pembentukan Koopsusgab Disesuaikan Undang-undang
"Karena dalam RUU itulah jalan demokratis dan ramah HAM disediakan melalui kewenangan-kewenangan baru Polri yang diperluas, tetapi tetap dalam kerangka rule of law," tuturnya.
Hendardi mengatakan, pengaktifan kembali Koopsusgab TNI memang dapat menjadi bagian dari upaya memperkuat kemampuan negara dalam menangani terorisme.
Meski demikian, pemanfaatannya harus tetap dalam konteks tugas perbantuan terhadap Polri.