JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Setara Institute Hendardi menilai, secara prinsip Presiden Joko Widodo dapat mengaktifkan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) TNI sepanjang patuh pada ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dalam UU tersebut, pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme atau operasi militer selain perang (OMSP) bersifat sementara dan merupakan upaya terakhir (last resort).
Baca juga: Setara Institute: Koopsusgab TNI Jangan sampai Jadi Teror Baru bagi Warga
Upaya terakhir yang dilakukan yakni dengan skema perbantuan terhadap Polri yang beroperasi dalam kerangka integrated criminal justice system (sistem peradilan pidana terpadu).
"Setara Institute mengingatkan setiap pihak untuk dapat menahan diri dan cerdas menginterpretasikan perintah Presiden tentang pelibatan TNI agar tidak membuat kegaduhan baru dan mempertontonkan kesan kepanikan yang berlebihan," ujar Hendardi kepada Kompas.com, Kamis (17/5/2018).
Hendardi menjelaskan, perbantuan militer juga hanya bisa dibenarkan jika situasi sudah di luar kapasitas Polri.
Polisi dan BNPT pun, kata dia, telah bekerja optimal meringkus jejaring terorisme dan menjalankan deradikalisasi.
"Jika membandingkan peristiwa yang terjadi dan peristiwa teror yang bisa dicegah, maka sesungguhnya Polri dan BNPT telah bekerja optimal," tuturnya.
Baca juga: Jokowi Setujui Pengaktifan Koopsusgab TNI, Ini Tugas-tugasnya...
Hendardi mengatakan, pengaktifan kembali komando tersebut memang sebagai bagian dari upaya memperkuat kemampuan negara dalam menangani terorisme.
Meski demikian, pemanfaatannya tetap dalam konteks tugas perbantuan terhadap Polri.
Sebab, ia menilai, pendekatan nonjudicial dalam menangani terorisme bukan hanya akan menimbulkan represi massal berkelanjutan, tetapi juga dipastikan gagal mengikis ideologi teror yang pola perkembangannya sangat berbeda dengan di masa lalu.
Koopsusgab, kata Hendardi, harus digunakan untuk membantu dan di bawah koordinasi Polri.
Baca juga: Disetujui Jokowi, Komando Operasi Khusus Gabungan TNI Aktif Kembali
Selain itu, harus ada pembatasan waktu yang jelas kapan mulai dan kapan berakhir, sebagaimana satuan-satuan tugas yang dibuat oleh negara.
"Tanpa pembatasan, apalagi di luar kerangka sistem peradilan pidana, Koopsusgab hanya akan menjadi teror baru bagi warga negara. Dengan pola kerja operasi tentara, represi sebagaimana terjadi di masa lalu akan berulang. Cara ini juga rentan menjadi instrumen politik elektoral pada Pilpres 2019," tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko memastikan, Presiden Joko Widodo menyetujui pengaktifan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) untuk membantu Polri melaksanakan tugas pemberantasan terorisme.
Diketahui, Koopsusgab merupakan gabungan personel TNI dari seluruh satuan elite yang ada di TNI, baik matra darat, laut, maupun udara.