Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setara Institute: Koopsusgab TNI Jangan sampai Jadi Teror Baru bagi Warga

Kompas.com - 17/05/2018, 11:33 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Setara Institute Hendardi menyoroti Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) TNI untuk membantu Polri menghadapi terorisme.

Ia menilai, harus ada pembatasan waktu yang jelas kapan kerja Koopsusgab dimulai dan kapan berakhir, sebagaimana satuan-satuan tugas lain yang dibuat oleh negara.

Tanpa pembatasan, apalagi di luar kerangka sistem peradilan pidana, Koopsusgab hanya akan menjadi teror baru bagi warga negara.

"Dengan pola kerja operasi tentara, represi sebagaimana terjadi di masa lalu akan berulang. Cara ini juga rentan menjadi instrumen politik elektoral pada Pilpres 2019," kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/5/2018).

Baca juga: Jokowi Setujui Pengaktifan Koopsusgab TNI, Ini Tugas-tugasnya...

Hendardi menambahkan, pembentukan Koopsusgab TNI oleh juga harus patuh pada ketentuan dalam Pasal 7 UU 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Dalam pasal itu jelas disebutkan bahwa pelibatan TNI bersifat sementara dan merupakan last resort atau upaya terakhir dengan skema perbantuan terhadap Polri yang beroperasi dalam kerangka integrated criminal justice system.

Bahkan, perbantuan militer juga hanya bisa dibenarkan jika situasi sudah di luar kapasitas Polri. Sementara Hendardi melihat Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah bekerja optimal meringkus jejaring terorisme dan menjalankan deradikalisasi.

"Jika membandingkan peristiwa yang terjadi dan peristiwa teror yang bisa dicegah,  sesungguhnya Polri dan BNPT telah bekerja optimal," kata dia.

Baca juga: Disetujui Jokowi, Komando Operasi Khusus Gabungan TNI Aktif Kembali

Niat Presiden Jokowi mengaktifkan kembali Koopsusgab tersebut, menurut dia, memang sebagai bagian dari upaya memperkuat kemampuan negara dalam menangani terorisme. Tetapi, pemanfaatannya tetap harus dalam konteks tugas perbantuan terhadap Polri.

Sebab, pendekatan nonjudicial dalam menangani terorisme bukan hanya akan menimbulkan represi massal dan berkelanjutan, tetapi juga dipastikan gagal mengikis ideologi teror yang pola perkembangannya sangat berbeda dengan di masa lalu.

"Langkah Presiden Jokowi juga dapat dinilai sebagai tindakan melanggar UU," kata dia.

Hendardi mengingatkan Presiden Jokowi untuk dapat mendisiplinkan jajarannya yang mengambil langkah-langkah kontraproduktif dan bertentangan dengan semangat kepatuhan pada rule of law dan penghormatan pada hak asasi manusia.

Baca juga: Komando Operasi Gabungan Dinilai Tak Tepat untuk Berantas Teroris

 

Cara-cara represi, kata dia, justru akan menjauhkan warga dengan Jokowi yang akan berlaga kembali di Pilpres 2019.

Dibanding menghidupkan kembali Komando tersebut, Jokowi lebih baik turut aktif memastikan penyelesaian pembahasan revisi RUU Antiterorisme.

"Karena dalam RUU itulah jalan demokratis dan ramah HAM disediakan melalui kewenangan-kewenangan baru Polri yang diperluas, tetapi tetap dalam kerangka rule of law," ujarnya.

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko memastikan, Presiden Joko Widodo menyetujui pengaktifan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) untuk membantu Polri melaksanakan tugas pemberantasan terorisme.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com