Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Sosial Berperan Penting dalam Proses Radikalisasi

Kompas.com - 16/05/2018, 12:49 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Solahudin menyatakan, media sosial dimanfaatkan secara maksimal oleh kelompok-kelompok ekstrimis di Indonesia.

Hal ini khususnya terkait penyebaran paham radikalisme.

Secara umum, kata Solahudin, media sosial penting untuk proses radikalisasi dan rekrutmen. Namun, dalam konteks di Indonesia, media sosial lebih digunakan untuk proses radikalisasi.

"Kelompok ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) membuat banyak sekali channel," kata Solahudin dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jakarta, Rabu (16/5/2018).

Peneliti dari Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia Solahudin saat bersaksi sebagai saksi ahli dalam sidang kasus peledakan bom di Jalan MH Thamrin pada 2016 dengan terdakwa Aman Abdurrahman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/4/2018).KOMPAS.com/NURSITA SARI Peneliti dari Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia Solahudin saat bersaksi sebagai saksi ahli dalam sidang kasus peledakan bom di Jalan MH Thamrin pada 2016 dengan terdakwa Aman Abdurrahman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/4/2018).

Baca juga: KPAI Soroti Peran Institusi Pendidikan Tangkal Radikalisme

Solahudin menjelaskan, pada tahun 2017 saja, ISIS memiliki lebih dari 60 channel atau kanal Telegram berbahasa Indonesia. Tidak hanya itu, ada juga sekitar 30 grup chat Telegram berbahasa Indonesia.

Untuk setiap channel Telegram, ada sekitar 80 hingga 150 pesan bernada kekerasan yang didistribusikan setiap harinya.

Apabila dikaitkan dengan jumlah channel terkait ISIS yang ada di Telegram, maka ada ribuan pesan radikal yang beredar setiap harinya.

"Intensifnya orang terpapar pesan kekerasan membuat proses radikalisasi sekarang lebih kencang," ujar Solahudin.

Baca juga: Yenny Wahid: Perempuan yang Tak Independen Rentan Terpapar Radikalisme

 

Ia pun pernah melakukan studi terhadap 75 orang narapidana terorisme. Dalam studi tersebut, Solahudin mempelajari berapa lama seseorang terpapar konten radikalisme hingga akhirnya melakukan aksi teror.

Hasilnya, 85 persen dari narapidana terorisme tersebut mengalami waktu yang cukup singkat sejak terpapar konten radikalisme hingga melakukan aksi teror. Solahudin menyatakan, waktu yang diperlukan adalah 0-1 tahun.

"Kemudian saya mencoba bandingkan dengan narapidana tahun 2002-2012 ketika media sosial belum marak. Mereka rata-rata mulai terpapar sampai memutuskan terlibat itu antara 5-10 tahun," tutur Solahudin.

Kompas TV Publik prihatin terhadap kejadian teror bom yang melibatkan anak - anak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com