JAKARTA, KOMPAS.com - Pagi itu, penampilan tamu-tamu Presiden Joko Widodo berbeda dari biasanya. Sebagian besar dari mereka tampil santai dengan mengenakan kaos oblong, celana jeans hingga sandal jepit.
Padahal, jenis pakaian tersebut biasanya haram untuk dikenakan di lingkungan Istana. Tanda larangan itu bahkan sudah diletakkan di pintu masuk pemeriksaan.
Namun, tamu Jokowi pagi itu istimewa. Mereka adalah sopir truk yang datang dari sejumlah daerah di pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
"Presiden tidak ingin mereka tampil berbeda dan tidak mau membebani mereka dengan harus menggunakan model pakaian tertentu," kata Deputi bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin.
Baca juga: Sopir Truk Mengeluh Banyak Pungli, Presiden Jokowi Kaget
"Karena yang utama bagi Presiden adalah masukan dari para pengemudi tersebut," tambahnya.
Benar saja. Dalam pertemuan yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Selasa (9/5/2018) itu, Jokowi memang mendengarkan keluhan para sopir truk satu per satu.
Keluhan yang paling banyak disampaikan adalah soal pungutan liar oleh preman di jalan. Pungli ini terjadi di lintas Sumatera mulai dari Aceh hingga Lampung.
Ada juga yang mengeluhkan pungli oleh preman di Samarinda-Balikpapan.
Baca juga: Sopir Truk Mengeluh Banyak Pungli, Presiden Jokowi Perintahkan Sikat Semuanya
Bahkan, pungli oleh preman ini juga terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya, seperti di Marunda dan Cakung-Cilincing.
"Kita lewat warung wajib bayar, kalau enggak bayar kaca pecah, kalau enggak golok sampai di leher, kalau tidak ban kita disobek, itu siang bolong," kata salah satu sopir yang mengeluhkan pungli di lintas Sumatera.
Sopir lainnya menjelaskan, modus pungli oleh preman ini adalah dengan memberikan cap di truk.
Setiap kali mobil dicap, maka mereka harus membayar sejumlah uang. Tiap wilayah memiliki cap yang berbeda-beda.
Baca juga: Bertahun-tahun Palak Sopir Truk di Tegal Alur, 5 Preman Dibekuk Polisi
Tarif yang diminta juga bervariasi, mulai dari puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan sampai jutaan.
"Bervariasi, berapa yang diingat dia saja, kalau Rp 200.000 ya Rp 200.000, kalau Rp 2 Juta ya Rp 2 Juta," kata seorang sopir.
Selain oleh preman, ada juga sopir yang mengeluhkan pungli oleh oknum aparat polisi hingga petugas dinas perhubungan. Biasanya, pungli ini terjadi karena muatan truk yang berlebih.
"Pak polisi biasanya baik-baik, kalau Pak polisi mintanya kecil, kalau Dishub dengan ancaman kalau tidak bayar nanti mobil ditahan, dikandangi," kata dia.
Baca juga: Sopir Truk Curhat ke Jokowi soal Pungli, Kadishub Bilang Saya Baru Tahu
"Kita enggak tau batas bawah dan batas atas gimana, biar kita enggak overload, biar enggak diminta sama dishub," tambahnya.
Di luar soal pungli, ada juga seorang sopir truk yang menggunakan kesempatan tersebut untuk mengeluhkan iring-iringan pengawalan pejabat yang kerap arogan.
Pengawalan oleh polisi kerap meminta truk untuk buru-buru menepi ke bahu jalan. Padahal, jika buru-buru menepi, dampaknya bisa sangat berbahaya.
"Truk bisa terguling," kata dia.