JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menilai, penambahan cuti bersama Lebaran 2018 tidak akan merugikan para pelaku usaha.
Justru, menurut Kalla, libur makin lama, membuat perekonomian bergerak.
"Banyak orang mengira kalau dibikin libur itu ekonomi macet. Tidak, justru banyak sisi ekonomi berjalan pada saat libur," kata Kalla dalam acara "Transportation Review" di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (8/5/2018).
Baca juga : Meski Diprotes Pengusaha, Cuti Bersama Lebaran Tetap Ditambah 3 Hari
Perekonomian disebut bergerak lantaran selama libur Lebaran, banyak orang yang menggunakan waktunya untuk jalan-jalan ke tempat wisata dan lainnya.
"Pulang ke rumah, jalan-jalan, ke tempat hiburan kan bayar. Beli makanan bayar dan beli buah-buahan, ekonomi jalan," ujar Kalla.
Kalla menegaskan, liburan Lebaran yang makin panjang tidak akan menganggu perekonomian dan merugikan dunia usaha.
"Jadi libur juga itu tidak ekonomi stagnan. Justru meningkat. Cuma berbeda porsinya. Restoran buka dan makin banyak pengunjungnya. Itu bergerak ekonomi kita justru. Di Bali makin ramai, di Malang," kata dia.
Baca juga : Beda Cuti Bersama Libur Lebaran PNS dan Pegawai Swasta
Apalagi, menurut Kalla, cuti bersama tersebut hanya untuk para pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sedangkan, untuk para pegawai swasta, liburan Lebaran tergantung dari kebijakan masing-masing perusahaan.
"Libur itu hanya untuk PNS dan BUMN 4 juta orang saja. Untuk pegawai swasta kan tergantung pembicaraan (perusahaan) dengan buruhnya," kata Kalla.
Baca juga : Cuti Bersama Lebaran, dari Protes Pengusaha hingga Dilema Pemerintah
Pemerintah memutuskan untuk tetap berpegang kepada surat keputusan bersama tiga menteri yang ditetapkan pada 18 April 2018 lalu.
Pemerintah tetap bersikukuh menambah tiga hari jumlah hari cuti bersama, yaitu 11, 12, dan 20 Juni 2018.
Sehingga total menjadi tujuh hari cuti bersama meskipun kebijakan itu mendapat protes dari kalangan pengusaha.