JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas meminta masyarakat untuk tidak membawa persoalan terkait Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) keluar dari ranah hukum, terlebih di jalanan.
"Ikuti saja proses hukum. Jangan dibawa ke jalanan, jangan dibawa ke mimbar-mimbar keagamaan, jangan di bawa ke mana-mana," kata Robikin di Jakarta, Selasa (8/5/2018), seperti dikutip Antara.
Robikin mengemukakan hal itu menanggapi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menolak semua gugatan pihak pendukung HTI terhadap keputusan Kementerian Hukum dan HAM yang mencabut status hukum organisasi itu.
Baca juga: Jalan Panjang Pemerintah Bubarkan HTI ...
Menurut Robikin, semua pihak baik yang mendukung maupun menolak HTI harus menghormati putusan pengadilan.
"Apalagi, putusan PTUN bersifat belum final. HTI masih bisa melakukan proses hukum ke tingkat lebih lanjut," kata praktisi hukum itu.
Pada bagian lain, Robikin mengatakan, keputusan Kemenkumham maupun putusan PTUN terkait dengan HTI tidak bisa dijadikan alasan untuk menuding pemerintah antiterhadap Islam.
Menurut dia, pemerintah justru menghormati Islam sebagai agama yang dipeluk mayoritas penduduk negara ini.
Baca juga: Hakim: HTI Terbukti Ingin Mendirikan Negara Khilafah di NKRI
Hal itu ditandai dengan banyaknya perayaan hari besar Islam di Indonesia, ditetapkannya Hari Santri Nasional, banyaknya lembaga dan UU yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan umat Islam, serta umat Islam bebas dalam melakukan peribadatan.
HTI, lanjut Robikin, bukan representasi Islam secara keseluruhan. Bahkan, boleh dibilang HTI merupakan partai politik meski sebelumnya berbaju ormas karena HTI memperjuangkan cita-cita politik mendirikan negara Islam.
"HTI mengusung negara Islam dan tidak mengakui Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia yang telah menjadi kesepakatan bersama para pendiri bangsa," katanya.
Baca juga: Yusril: Sulit bagi Majelis Hakim Obyektif Sidangkan Perkara HTI
PTUN Jakarta menolak gugatan HTI terkait pencabutan status badan hukumnya oleh pemerintah.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai HTI terbukti menyebarkan khilafah yang bertentangan dengan Pancasila.
Undang-Undang tentang Ormas sudah mengatur bahwa ormas yang bertentangan dengan Pancasila akan dikenai sanksi pencabutan status badan hukum.
Menurut majelis hakim, HTI terbukti ingin mendirikan negara khilafah di wilayah NKRI. Salah satu buktinya adalah buku Struktur Negara Khilafah yang diterbitkan HTI pada tahun 2005.
Menurut majelis hakim, perjuangan mendirikan khilafah tanpa adanya demokrasi dan pemilu adalah hal yang bertentangan dengan Pancasila.
Aksi dan pemikiran itu sudah tidak dalam konsep nasionalisme.
Sementara itu, pihak HTI akan mengajukan banding atas putusan tersebut. Juru Bicara HTI Ismail Yusanto mengaku heran dengan putusan tersebut.
Padahal, sebelum dibubarkan, kegiatan dakwah HTI tidak pernah disalahkan atau bahkan dilaporkan. Ia merasa, sebelum ada SK pembubaran, semuanya baik-baik saja.
"Kita lihat ini sebuah rezim kezaliman, ini rezim yang menindas," kata dia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.