JAKARTA, KOMPAS.com - Hizbut Tahrir Indonesia akan mengajukan banding setelah kalah melawan pemerintah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Banding," kata mantan Juru Bicara HTI Ismail Yusanto usai sidang putusan di PTUN, Jakarta Timur, Senin (7/5/2018).
Dalam sidang putusan itu, Majelis hakim menolak gugatan yang diajukan HTI terhadap Menteri Hukum dan HAM.
Baca juga : PTUN Tolak Gugatan HTI
Majelis hakim menilai, Langkah Menteri Hukum dan HAM menerbitkan Surat Keputusan Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 untuk mencabut status badan hukum HTI sudah tepat.
Ismail mengaku heran dengan putusan tersebut. Padahal, Ismail melanjutkan, sebelum dibubarkan, kegiatan dakwah HTI tidak pernah disalahkan atau bahkan dilaporkan.
Ia merasa, sebelum ada SK pembubaran, semuanya baik-baik saja.
"Kita lihat ini sebuah rezim kezaliman, ini rezim yang menindas," kata dia.
Baca juga : Gugatan Ditolak, Massa Pendukung HTI Sujud Syukur
Ismail juga menilai, majelis hakim tidak menggubris pendapat saksi ahli dari HTI. Menurut dia, majelis hakim hanya mempertimbangkan saksi yang didatangkan pemerintah.
"Perspektif majelis hakim sama seperti perspektif pemerintah," kata dia.
Namun, ia belum tahu kapan berkas banding akan diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).
Menurut dia, pihak kuasa hukum akan melakukan pembicaraan terlebih dahulu.
"Nanti kita atur," kata dia.
Baca juga : HTI Resmi Dibubarkan Pemerintah
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham sebelumnya mencabut status badan hukum ormas HTI.
Pencabutan dilakukan sebagai tindaklanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pemerintah memilih menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Perppu ini dibuat setelah pemerintah mengumumkan upaya pembubaran ormas HTI yang dianggap anti-Pancasila.
Ada tiga alasan pemerintah membubarkan HTI. Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.