JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua DPR Setya Novanto menerima vonis 15 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
"Rencananya tidak jadi banding, kalau KPK tidak banding. Kalau KPK banding, kami juga banding," kata pengacara Novanto, Maqdir Ismail, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (30/4/2018), seperti dikutip Antara.
Menurut Maqdir, alasan tidak mengajukan banding bukan karena takut diperberat oleh hakim pada tingkat yang lebih tinggi.
"Tidak ada hubungannya dengan itu (takut diperberat). Ini murni karena permintaan Pak Setya Novanto," ujar Maqdir.
(Baca juga : Kata Pengacara, Novanto Tak Ajukan Banding Bukan karena Takut Vonis Diperberat)
Maqdir mengutarakan beberapa alasan mengapa mantan Ketua DPR itu tidak mengajukan upaya hukum lanjutan.
Pertama, menurut Maqdir, Novanto mendapat informasi bahwa jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengajukan banding.
Kedua, menurut Maqdir, Novanto sudah merasa lelah dengan proses hukum yang dihadapi pada pengadilan tingkat pertama.
Alasan lainnya, menurut Maqdir, Novanto ingin merenung dan berpikir sepenuh perhatian atas kasus yang dihadapinya.
"Beliau merasa ingin berkontemplasi saja," kata Maqdir.
KPK sebelumnya menerima putusan majelis hakim.
(Baca juga : KPK Tidak Banding atas Vonis 15 Tahun Penjara untuk Novanto)
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengungkapkan, putusan tersebut telah memenuhi harapan KPK. Jaksa KPK sebelumnya menuntut pidana 16 tahun penjara.
"KPK menerima putusan tersebut, tidak akan melakukan banding. Karena kita menganggap sudah lebih dari dua per tiga dan semua yang disangkakan atau yang dimasukkan dalam dakwaan juga diadopsi hampir seluruhnya oleh majelis hakim," kata Laode di gedung KPK, Jakarta, Senin (30/4/2018).
Sehingga, kata Laode, tidak ada alasan yang bisa digunakan oleh KPK untuk melakukan banding.
(Baca juga : Setya Novanto Terima Vonis 15 Tahun Penjara)
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, keputusan KPK tak ajukan banding agar bisa fokus pada tahap pengembangan kasus e-KTP.
KPK akan terus mencermati fakta-fakta di lapangan dan melakukan pengembangan perkara ini untuk mencari pelaku lain.
"Karena kami menduga ada pihak-pihak lain, baik sektor politik, swasta, kementerian, birokrasi, dalam proyek KTP elektronik yang diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun," katanya.
KPK juga mendalami fakta lain terkait ada atau tidaknya pengembangan ke arah tindak pidana pencucian uang (TPPU).
(Baca juga : Setya Novanto: Saya Sangat Syok)
Menurut majelis hakim, Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Novanto divonis 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp 66 miliar.
Apabila tidak dibayar setelah berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita atau dilelang.
Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan, yakni mencabut hak politik Novanto selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.
Majelis hakim sepakat dengan jaksa KPK perihal penolakan permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa Setya Novanto.
Novanto dianggap belum memenuhi syarat sebagai justice collaborator.