Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Azyumardi Azra: Kantor Pemerintahan hingga Rumah Ibadah Tak Boleh Jadi Alat Politik Kekuasaan

Kompas.com - 26/04/2018, 08:30 WIB
Reza Jurnaliston,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA,KOMPAS.com - Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra melarang keras kantor-kantor pemerintahan, kantor birokrasi, dan rumah ibadah dipakai sebagai kampanye politik.

Ia menjelaskan, sudah ada ketentuan-ketentuan supaya tidak menggunakan ruang-ruang publik untuk tujuan politik kekuasaan.

“Lha itu namanya politik kekuasaan yang tidak boleh dilakukan di gedung pemerintah, rumah-rumah ibadah, harusnya dilakukan di tempat-tempat yang ditetapkan oleh KPU,” jelas Azyumardi Azra di sela acara Urun Rembug Kebangsaan di Auditorium Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, Rabu (25/8/2018).

(Baca juga: Wiranto: Ujaran Kebencian Dijadikan Alat Politik Kekuasaan)

Menurut Azyumardi Azra, politik kekuasaan mampu mendiskreditkan dan menyerang lawan politik tertentu hingga membela kelompok politik sendiri.

Lantas, kata ia, harus ada sanksi terhadap orang yang melakukan politik kekuasaan tersebut.

“Saya kira harus ada sanksinya, saya tidak tahu untuk orang yang tidak aktif langsung dalam politik sebagai kandidat, sanksi apa yang harus dilakukan,” katanya.

(Baca juga: 6 Hal Politis yang Disampaikan Amien Rais di Balai Kota)

“Tapi itu jelas merupakan pelanggaran terhadap proses-proses politik yang sudah ditetapkan,” sambungnya.

Bahkan, kata Azyumardi Azra, termasuk dalam kegiatan pengajian tak patut jika disusupi kampanye politik.

“Pengajiannya boleh saja ya tetapi tidak ada tempat substantif di dalam pengajian itu membahas atau menyinggung politik kekuasaan,” tuturnya.

(Baca juga: Tunjuk Foto Jokowi di Balai Kota, Amien Rais Bilang Ini Elektabilitasnya Down)

“Sekali lagi boleh berbicara mengenai politik di pengajian, misalnya berkeadilan dalam politik etika politik,” lanjutnya.

Ia mengatakan, seharusnya dicegah kampanye politik di rumah-rumah ibadah.

“Masjid merupakan tempat yang suci sakral, makhluk Allah atau orang-orang beriman untuk menyembah Tuhan untuk berkomunikasi,” katanya.

Oleh karena itu, ucap dia, seharusnya Masjid jangan dirusak oleh hal-hal yang selalu tidak benar yang beraifat manipulatif politik yang merusak kesucian dan menjadikan masjid partisan politik.

(Baca juga: Amien Rais: Buat Saya Poros Ketiga Hampir Mustahil)

Kalau sudah partisan politik, lanjut Azyumardi Azra, kemudian Masjid menjadi sasaran kekuatan politik.

“Kita lihat di Timur Tengah Masjid menjadi sasaran kekerasan, karena masjid dilakukan sebagai politik partisan,” tuturnya.

Lebih lanjut, kata dia, perlu penyadaran kepada masyarakat misalnya kebijakan politik sebagai warga negara ikut dalam pemilu memilih dengan hati nurani.

(Baca juga: Sambutan Amien Rais di Balai Kota Bernada Politis, Ini Kata Sandiaga)

Bahkan, tegas Azyumardi Azra, memakai ayat-ayat kitab suci yang ditafsirkan sekenanya sendiri dapat merusak dan perpecahan di masyarakat.

“Misalnya ada Partai Allah ada Partai Setan itu kan nggak jelas mana Partai Setan mana Partai Allah,”katanya.

Kompas TV Manurut Taufik, seharusnya tokoh agama diberi ruang untuk menyampaikan ceramah yang berkaitan dengan politik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com