JAKARTA, KOMPAS.com - Apa saja yang menjadi topik pembicaraan di Kompas.com hari ini? Berikut tiga isu paling menarik perhatian pembaca hari ini.
1. Setya Novanto Divonis 15 Tahun Penjara
Mantan Ketua DPR Setya Novanto divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Menurut majelis hakim, Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013. Ia terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi. Baca: Menurut Hakim, Setya Novanto Terbukti Memperkaya Diri, Orang Lain, dan Korporasi
Selain divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, ia diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik. Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp 66 miliar. Baca: Setya Novanto Divonis Bayar Uang Pengganti Sekitar Rp 66 Miliar
Baca juga: Hakim Cabut Hak Politik Setya Novanto
Ikuti perkembangan berita soal Setya Novanto dalam topik Dugaan Korupsi E-KTP.
2. Survei Kompas soal Pilpres 2019
Survei Litbang Kompas menunjukkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) paling banyak dipilih responden untuk kembali maju di Pilpres 2019 mendampingi Presiden Joko Widodo. JK dipilih 15,7 persen responden.
Tokoh kedua yang paling banyak dipilih responden sebagai cawapres Jokowi adalah Prabowo Subianto. Ketua Umum Partai Gerindra itu dipilih 8,8 persen responden. Baca selengkapnya di sini.
Sementara, jika Prabowo maju sebagai calon presiden, sosok yang paling banyak dipilih untuk menjadi pendamping Prabowo sebagai calon wakil presiden adalah mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Gatot yang baru pensiun dari militer pada pengujung Maret 2018 itu dipilih 8,3 persen responden.
Di bawah Gatot, ada nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies yang diusung Prabowo maju di Pilkada DKI itu mendapatkan 6,8 persen responden.
Baca selengkapnya di sini. Baca juga : Survei Kompas: Pemilih Jokowi Terbelah Tanggapi Duet Jokowi-Prabowo
3. Soal Tenaga Kerja China di Indonesia
Belakangan ini berkembang kekhawatiran yang menyebut soal serbuan tenaga kerja asing (TKA) Cina yang masuk ke Indonesia. Betulkah demikian faktanya?
Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri menyatakan sebaliknya.
"Bukan (tenaga kerja) China yang menyerang kita, kita yang menyerang China," kata Hanif