Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekspresi Istri Setya Novanto Menanti Putusan Hakim...

Kompas.com - 24/04/2018, 16:59 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Istri mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, Deisti Astriani harap-harap cemas menanti hakim selesai membacakan putusan terhadap suaminya.

Sesekali ia menunduk, sesekali melihat ke arah hakim sambil menangkup kedua tangannya.

Ia didampingi kerabat di sebelah kiri dan kanannya. Di kursi belakangnya juga keluarga dan teman dekatnya ikut menemani.

Tak seperti saat pemeriksaan terdakwa, kali ini Deisti sama sekali tidak menangis. Ekspresinya datar menunggu hakim mengucap berapa tahun suaminya harus menanggung hukuman.

(Baca juga: Anggap Permohonan Novanto Tak Jelas, Hakim Tolak Permintaan Pembukaan Blokir)

 

Kerabat di sampingnya beberapa kali mengajaknya ngobrol, kemudian mengelus-elus bahunya sambil memberi semangat. Deisti meresponnya dengan anggukan.

Kemudian, tiba saat ketua majelis hakim, Yanto, membacakan amar putusan.

"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara 15 tahun," ujar Yanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Wajah Deisti tetap datar mendengar putusan tersebut. Malah kerabat yang duduk di belakangnya yang menangis sambil mengelus-elus bahu Deisti. Ia agak menunduk menghindari blitz kamera yang menyorotinya.

Setelah hakim selesai membacakan putusan dan menutup sidang, Deisti bersama kerabatnya keluar ruangan sambil menunduk. Sementara Novanto keluar melalui pintu di dekat meja hakim.

(Baca juga: Setya Novanto: Saya Sangat Syok)

 

Novanto dianggap terbukti secara sah menguntungkan diri sendiri, merugikan keuangan negara, menyalahgunakan wewenang, dan melakukan korupsi bersama-sama pihak lain dalam proyek e-KTP.

Novanto dianggap memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Ia juga disebut mengintervensi proyek pengadaan tahun 2011-2013 itu bersama-sama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Novanto yang pada saat itu masih menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar diduga memengaruhi proses penganggaran, pengadaan barang dan jasa, serta proses lelang.

(Baca juga: Menurut Hakim, Ada Dua Tindakan Novanto yang Timbulkan Tanda Tanya)

Dalam tuntutan, jaksa menyebut Novanto menerima sebuah jam tangan merek Richard Mille tipe RM 011 seharga 135.000 dollar AS dari Andi Narogong dan Johannes Marliem dari perusahaan Biomorf.

Pemberian itu sebagai ucapan terima kasih karena telah meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR RI. Namun, karena jam tangan itu sudah dikembalikan, maka Novanto tak dibebankan untuk mengembalikan uang seharga jam tangan.

Dalam sidang sebelumnya, jaksa menuntut Novanto dengan hukuman 16 tahun penjara. Ia juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

(Baca juga: Divonis 15 Tahun Penjara, Setya Novanto Pikir-pikir untuk Banding)

Dalam pertimbangan, jaksa menilai perbuatan Novanto tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Perbuatannya berakibat masif, menyangkut pengelolaan data kependudukan nasional yang dampaknya masih dirasakan hingga sekarang.

Perbuatannya juga menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar, yakni Rp 2,3 triliun.

Kompas TV Menurut majelis hakim, Setya Novanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi KTP elektronik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Nasional
Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Nasional
Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Nasional
Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Nasional
Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin: Ada Fakta Tak Terbantahkan Terjadi Nepotisme Gunakan Lembaga Kepresidenan

Kubu Anies-Muhaimin: Ada Fakta Tak Terbantahkan Terjadi Nepotisme Gunakan Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com