JAKARTA, KOMPAS.com - Perwakilan dari Forum Peduli Transportasi Online Indonesia (FPTOI) Azas Tigor Nainggolan mengatakan, desakan terhadap pemerintah untuk menetapkan regulasi atas keberadaan ojek online bukan semata untuk memenuhi hak para pengemudi, melainkan juga hak konsumen atas keamanan.
Menurut Tigor, melalui peraturan tentang ojek online, maka pemerintah juga mengatur soal jaminan keamanan konsumen atas layanan transportasi yang nyaman dan aman.
"Peraturan ini juga termasuk akan mengatur soal jaminan keamanan konsumen," ujar Tigor saat ditemui usai audiensi pengemudi ojek online dengan Komisi V DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/4/2018).
(Baca juga: Tanpa Regulasi, Aplikator Dapat Bertindak Semaunya terhadap Pengemudi Ojek Online)
Tigor menjelaskan, sesuai peraturan, pemerintah wajib menyediakan layanan transportasi umum yang nyaman, aman dan terjangkau kepada masyarakat.
Hal tersebut secara jelas diatur dalam pasal 138 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Ketentuan tersebut, nantinya wajib diterjemahkan secara lebih jelas dalam peraturan terkait keberadaan ojek online.
"Nah itu yang harusnya nanti diterjemahkan dalam regulasi," tuturnya.
Selama ini, lanjut Tigor, konsumen atau pengguna ojek online tidak terlindungi haknya, sebab tidak ada payung hukum yang mengatur hal tersebut.
Ia mencontohkan kasus pembunuhan atau perampokan yang pernah dialami oleh penumpang ojek online.
(Baca juga: Demo Ojek Online Bubar, Pasukan Oranye Datang Bersihkan Sampah)
Dalam kasus tersebut, kata Tigor, hanya pengemudi yang dikenakan tanggung jawab. Sementara pihak aplikator atau penyedia jasa aplikasi tidak memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab.
"Seperti waktu kemarin ada pembunuhan penumpang, perampokan, aplikatornya tidak mau bertanggungjawab," ungkapnya.
"Kemarin di Harmoni, ada ojek online ditabrak putus kakinya, aplikatornya boro-boro bantuin, nengok aja enggak. Nah ini kan yang harus diatur, ada payung hukumnya," kata Tigor.
Diberitakan, dalam audiensi dengan pimpinan Komisi V DPR RI di ruang rapat komisi, pengunjuk rasa ojek online bersama FPTOI menyampaikan tiga tuntutan terkait regulasi atas keberadaan kendaraan roda dua sebagai alat transportasi online.
Pertama, meminta Komisi V DPR agar mendesak Presiden joko Widodo membuat regulasi sebagai payung hukum bagi ojek online.
(Baca juga: Ketua Komisi V Temui Pendemo, Ini Kesepakatan Ojek Online dengan DPR)
Kedua, meminta DPR dan pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Revisi tersebut bertujuan untuk mengatur standar pelayanan minimum (SPM) transportasi online yang belum diatur dalam UU LLAJ.
Sementara, kendaraan roda dua sebagai salah satu moda transportasi umum baik yang konvensional maupun dengan aplikasi berbasis teknologi informasi tidak diatur dalam UU LLAJ.
Kemudian, ketiga, pengemudi ojek online juga meminta pemerintah menetapkan tarif bawah sebesar Rp 3.200,00.