JAKARTA, KOMPAS.com - Bareskrim Mabes Polri mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) pekerja migran Indonesia jaringan Arab Saudi oleh PT Kensur Hutama (PT KH).
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak mengatakan, polisi telah menangkap tiga tersangka dalam kasus tersebut.
Ketiga tersangka tersebut adalah Sahman seabagai sponsor penyalur daerah Nusa Tenggara Barat, Muhammad Reza sebagai sponsor dan penghubung Sahman dengan PT KH, dan Ali Idrus yang merupakan Komisaris sekaligus pemilik PT KH.
Menurut Herry, setelah dilakukan pendataan oleh polisi selama 2015 hingga Maret 2018, total ada 910 orang korban yang telah diberangkatkan.
Adapun rinciannya, korban oleh Sahman 100 orang, Muhammad Reza 100 orang, dan Ali Idrus 710 orang.
"Kami memperoleh keterangan bahwa total tiga tersangka sudah memberangkatkan kurang lebih 910 orang," kata Herry di Kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (23/4/2018).
(Baca juga: Alasan Kasus TKI yang Jadi Korban Perdagangan Orang Tak Berlanjut ke Jalur Hukum)
Herry menerangkan, modus TPPO tersebut yaitu korban dijanjikan akan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga (PRT) dengan visa pekerja, yaitu petugas cleaning service di Arab Saudi.
Namun, sesampainya di Riyadh, Arab Saudi para korban tidak dipekerjakan sebagaimana yang dijanjikan oleh PT KH dan bahkan tidak digaji.
"Korban dialihkan ke rumah majikan di Jeddah untuk bekerja sebagai PRT dan korban tidak menerima gaji serta mendapatkan pelecehan seksual oleh majikannya," kata Herry.
(Baca juga: Kabareskrim Ungkap Cara Indonesia dan Selandia Baru Tangani Kasus Perdagangan Orang)
Ketiga tersangka disangkakan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara dan maksimal dendanya Rp 600 juta.
Para pelaku juga disangkakan Pasal 81, Pasal 86 huruf (b) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Dengan ancaman hukuman maksimal 5-10 tahun penjara dan maksimal denda Rp 15 miliar.