JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengingatkan kembali masifnya penolakan masyarakat akan pilkada tidak langsung, atau melalui DPRD pada tahun 2014. Saat ini, wacana serupa kembali berkembang di DPR.
Mahfud menceritakan masifnya penolakan masyarakat itu sampai membuat presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono menangis. SBY dikritik pedas hingga masyarakat memopulerkan tagar #ShameOnYouSBY dan #WelcomeMrLiar.
“Pak SBY nangis dipesawat, iya karena di-bully,” kata Mahfud MD saat membuka acara diskusi di Kantor Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN), Kamis (19/4/2018).
Saat itu, Fraksi Partai Demokrat memilih walk out dalam rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada. Akibat keluarnya Partai Demokrat itu, jumlah suara pendukung pilkada tidak langsung pun langsung kalah dibandingkan Koalisi Merah Putih yang menggolkan pilkada tak tak langsung.
Baca juga: Batalkan Pilkada Tak Langsung, Presiden SBY Terbitkan 2 Perppu!
Masyarakat kecewa dan merasa dibohongi karena Partai Demokrat ketika itu mengaku mendukung pilkada langsung, tetapi memilih abstain. Nada ketidakpuasan yang semakin berkembang di media soaial ditujukkan kepada SBY.
SBY yang saat itu sedang berada di luar negeri pun langsung memberikan pernyataan lewat Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi. Menurut Mahfud, ketika itu SBY tak akan menandatangani UU Pilkada yang baru disahkan DPR.
Menurut Mahfud, hal itu sama saja dengan meloloskan pilkada tidak langsung. Pasalnya, 30 hari sejak disahkan, sebuah produk RUU akam secara otomatis menjadi UU.
“Saya tidak setuju pilkada melalui DPRD,” katanya.
Baca juga: Komisi II: Pilkada Langsung Lebih Baik daripada Dikembalikan ke DPRD
“Saya lagi yang berteriak, tanda tangan saja nanti bisa terbitkan perppu," ucap Mahfud.
Akhirnya, sesampainya di Jakarta, SBY langsung menggelar jumpa pers. Dia menyatakan akan menandatangani UU Pilkada itu, tetapi dia juga menerbitkan Perppu untuk membatalkan pilkada tidak langsung.
Empat tahun kemudian setelah kegaduhan itu terjadi, sejumlah elite politik di DPR kembali menggulirkan wacana pilkada tidak langsung. Alasannya, pilkada tidak langsung diyakini bisa menekan korupsi calon kepala daerah.