JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menggagas metode pembelajaran soal antikorupsi secara online bernama Akademi Antikorupsi.
Materi "kuliah" tersebut bisa diakses gratis melalui situs akademi.antikorupsi.org. Peserta tinggal mendaftarkan diri untuk mengikuti sejumlah sesi belajar.
Koordinator ICW Adnan Topan Husodo mengatakan, metode pembelajaran tersebut diciptakan untuk menekan biaya pertemuan tatap muka.
(Baca juga: ICW Anggap Rencana Larangan Mantan Napi Korupsi Ikut Pileg 2019 Langkah Progresif)
Menurut dia, Akademi Antikorupsi lebih efisien karena bisa dilakukan di manapun "mahasiswanya" berada.
"Itu alasan kami menyusun pendekatan baru yang jadi bagian dari cara kami beradaptasi dan merespon kemajuan perkembangan teknologi," kata Adnan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta, Kamis (15/4/2018).
ICW sebelumnya telah memiliki sekolah antikorupsi dengan akronim SAKTI yang menyasar anak muda berusia maksimal 25 tahun.
Sementara Akademi Antikorupsi disasar untuk usia dewasa, mulai dari SMA ke atas.
Sebab, kata Adnan, upaya memberantas korupsi tak mengenal usia. Baik muda maupun tua harus ikut berpartisipasi.
"Kita sediakan untuk masyarakat yang haus pendidikan antikorupsi. Setelah mereka paham, bergerak bersama-sama memerangi korupsi di Indonesia," kata Adnan.
(Baca juga: ICW: Korupsi Tak Kenal Istilah Partai Oposisi atau Pemerintah)
Selayaknya kuliah pada umumnya, materi di Akademi Antikorupsi pun dibagi dalam enam mata kuliah.
Adapun keenam mata kuliah itu yakni Kuliah Pengantar Antikorupsi untuk Remaja, Kuliah Pengantar Antikorupsi untuk Dewasa dan Mahasiswa, Pedagogi Kritis dan Pendidikan Antikorupsi, Sosiologi Korupsi, Pengantar Hukum Korupsi, serta Korupsi dan Kemiskinan.
Bagi yang belum familiar dengan isu korupsi, maka disarankan untuk mengambil terlebih dulu kuliah pengantar antikorupsi.
Agar bobot akademiknya berat, kata Adnan, ICW melibatkan pengajar bertitel doktor filsafat (PhD).
(Baca juga: ICW Curiga Banyak Mantan Koruptor Akan Diusung Pada Pileg 2019)
Salah satunya yakni sosiolog dari Universitas Indonesia, Meutia Gani Rahman, yang diminta mengisi materi Sosiologi Korupsi. Di akhir sesi, para peserta akan mendapatkan sertifikat sebagai tanda kelulusan.
Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan, Chatarina Muliana Girsang mengapresiasi pembentukan Akademi Antikorupsi.
Menurut dia, metode pembelajaran tersebut menunjang program Kemendikbud dalam penguatan pendidikan karakter. Apalagi, sistem yang digunakan berbasis e-learning.
"Sudah familiar dengan gadget dan teknokogi. Sehingga tidak ada lagi batas ruang dan waktu untuk dapat terlibat dalam kegjatan antikorupsi," kata Chatarina.