JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa penetapan tersangka mantan Bupati Kepulauan Sula Ahmad Hidayat Mus tidak melanggar asas hukum nebis in idem. Asas tersebut adalah asas yang melarang seseorang diadili lebih dari satu kali atas satu perbuatan meski sudah ada keputusan yang menghukum atau membebaskannya.
Hal itu disampaikan biro hukum KPK dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/4/2018).
"Perkara praperadilan yang diajukan pemohon tidak dapat dikatakan nebis in idem, termasuk juga terhadap bukti-bukti yang digunakan dalam perkara yang yang ditangani oleh termohon," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Rabu.
Baca juga: Eks Bupati Sula Terdakwa Kasus Korupsi Proyek Masjid Divonis Bebas
Menurut KPK, sebagaimana diatur dalam Pasal 1917 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perkara yang diajukan oleh pemohon bukanlah nebis in idem. Sebab, putusan praperadilan hanya memutus secara formil proses yang dilakukan oleh penyidik dalam penetapan tersangka.
Sementara itu, undang-undang mengatur bahwa praperadilan tidak memutus tentang pokok perkara.
Baca juga: Kecam Terdakwa Korupsi Tak Ditahan, Massa Lempar Sepatu ke Mobil Mantan Bupati Sula
Dalam mengajukan praperadilan, Ahmad Hidayat Mus menilai bukti hukum dalam perkara yang ditangani KPK adalah nebis in idem. Pemohon praperadilan menilai, pokok perkara sudah pernah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tipikor Ternate dan sudah berkekuatan hukum tetap.
"Perkara di PN Ternate bukanlah atas nama pemohon, melainkan atas nama Ema Sabar, Majestisa, dan Hidayat Nahumarury yang merupakan bawahan dari pemohon," kata Febri.