JAKARTA, KOMPAS.com - Asisten Sumber Daya Manusia Kapolri Irjen Arief Sulistyanto mengatakan, sejak dirinya menjabat posisinya saat ini, ia menerapkan sistem untuk memperketat seleksi anggota Polri.
Sistem ini telah ia terapkan dua kali, yakni seleksi 2017 dan 2018.
Sebelum proses seleksi, kata Arief, para panitia, pengawas dan peserta disumpah untuk menjalani seleksi dengan jujur, objektif dan percaya pada kemampuan diri sendiri.
"Ada juga pakta integritas yang perlu ditandatangani secara serentak di seluruh Indonesia," ujar Arief dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (18/4/2018).
Tak hanya itu, para orangtua peserta seleksi juga membuat surat pernyataan untuk tidak meminta bantuan pada pihak manapun untuk meloloskan.
Untuk panitia seleksi, dilakukan ikrar di Tugu Pahlawan, Surabaya, yang diikuti panitia dari tingkat Mabes Polri hingga Polda se-Indonesia.
"Harapan kami, kalau panitianya tidak menyimpang, diharapkan keluar tidak ada oknum yang mencari keuntungan," kata Arief.
Selain itu, peserta seleksi juga diwajibkan menandatangani surat pernyataan berisi empat poin.
Pertama, pernyataan bahwa peserta akan mengikuti seleksi dengan jujur dan berdasarkan kemampuan sendiri.
Kedua, tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme yang merusak nilai kejujuran.
Ketiga, berkomitmen tidak akan meminta bantuan kepada siapapun dalam bentuk sponsorship atau titipan yang memengaruhi panitia untuk membantu meluluskan.
"Ada juga pernyataan, apabila saya melanggar maka bersedia namanya diumumkan di depan para peserta seleksi," kata Arief.
Serangkaian komitmen tersebut, kata Arief, harus dilakukan karena ingin betul-betul memilih calon anggota Polri yang berintegritas dan memiliki kemampuan.
Dengan pola tersebut, yang diutamakan adalah kemampuan dan kualitas dari peserta seleksi.
Oleh karena itu, Polri memberi kesempatan seluas-luasnya pada pemuda di Indonesia untuk ikut seleksi tanpa memandang latar belakangnya.