JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri sempat menceritakan pengalamannya saat menjadi delegasi termuda dalam Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok di Beograd, Serbia, tahun 1961. Saat itu ia mendampingi ayahnya, Presiden pertama RI Soekarno.
Menurut Megawati, ketika hadir dalam konferensi umurnya masih berusia 14 tahun.
"Saya adalah delegasi termuda. Masih terekam jelas dalam ingatan bagaimana peristiwa penting itu terjadi, yang juga membentuk karakter saya dalam berpolitik," ujar Megawati saat memberikan sambutan dalam peluncuran buku 'Pidato 29 Pemimpin Asia Afrika di Konferensi Asia Afrika 1955' di Auditorium LIPI, Jakarta, Selasa (17/4/2018).
(Baca juga: Peringati 63 Tahun KAA, LIPI Terbitkan Kumpulan Pidato Pemimpin Asia-Afrika)
Megawati mengungkapkan bahwa dirinya rindu perdebatan argumentatif para pemimpin bangsa yang penuh martabat, saling menghormati sekaligus rasional dan penuh belarasa.
"Saya saksikan, saya ikuti dan saya catat langsung perdebatan antara tokoh tokoh pelopor Gerakan Non-Blok," ungkapnya.
Selain Soekarno, dalam konferensi tersebut hadir Presiden Yugoslavia Joseph Broz Tito, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Mesir Gamal Abdul Naser dan Presiden Ghana Kwame Nkrumah.
Kelima tokoh tersebut memainkan peran penting pula dalam Sidang Umum PBB ke XV.
"Saya jadi delegasi termuda waktu itu. Saya harus duduk dengan Nasser dan Nehru, rasanya usia saya tambah tua," kata Megawati.
(Baca juga: Tiga Pidato Soekarno Diajukan Jadi Arsip Warisan Dunia UNESCO)
Dalam pidatonya di KTT Gerakan Non-Blok, lanjut Megawati, Soekarno menegaskan bahwa politik non-blok adalah pembaktian negara-negara secara aktif kepada perjuangan untuk kemerdekaan, perdamaian, keadilan sosial dan kebebasan untuk merdeka.
Kemudian mereka menyepakati lima basis prinsip Gerakan Non-Blok, yakni menghormati integrasi teritorial, perjanjian non agresi, tidak intervensi urusan dalam negeri, kesetaraan dan menjaga perdamaian.
"Berdasarkan prinsip-prinsip itu tersebut, Bung Karno dan Nehru ditugaskan untuk melakukan lobi diplomatik terhadap Amerika dan Rusia. Kedua negara itu akhirnya memutuskan untuk tidak menggunakan senjata nuklir dalam konflik Perang Dingin," ucapnya.