JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyangkan adanya fraksi di DPR yang menolak larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut pemilu legislatif 2019.
Ia menganggap, sikap tersebut harus menjadi bahan pertimbangan publik dalam menentukan pilihan mereka pada Pemilu 2019.
"Namun, KPU tidak perlu mundur atau ragu karena adanya penolakan fraksi-fraksi di DPR ini," ujar Titi kepada Kompas.com, Selasa (17/4/2018).
(Baca juga : ICW Curiga Banyak Mantan Koruptor Akan Diusung Pada Pileg 2019)
Titi menegaskan, upaya KPU mengeluarkan larangan ini merupakan jawaban kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pengaturan pemilu yang berpihak pada gerakan antikorupsi.
"Korupsi adalah masalah laten bangsa Indonesia, sehingga semua pihak harus ambil bagian dalam memeranginya. KPU sudah melakukan apa yang jadi otoritasnya," ujarnya.
Selain itu, kata dia, KPU memiliki wewenang penuh dalam pengambilan keputusan terkait larangan itu.
"KPU berhak secara mandiri membuat pengaturan yang menurutnya perlu dan sejalan dengan kebutuhan di lapangan sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari Undang-Undang Pemilu," ujar Titi.
(Baca juga : Warganet Teken Petisi Dukung KPU Larang Koruptor Nyaleg)
Titi menjelaskan, KPU berdasarkan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memiliki kewenangan untuk membentuk peraturan KPU guna mengatur lebih lanjut tahapan penyelenggaraan pemilu.
KPU memang wajib berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. Namun sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-XIV/2016, hasil dari rapat konsultasi antara KPU dengan DPR tidak berlaku mengikat.
"Sehingga KPU secara mandiri dan otonom berhak membuat pengaturan yang mereka yakini benar dan diperlukan dalam penyelenggaraan pemilu serentak mendatang," ujar Titi.
KPU hingga saat ini tetap bertahan dengan keinginannya melarang mantan koruptor menjadi caleg 2019.
(Baca juga : Parpol-parpol Ini Tolak Larangan Mantan Koruptor Tak Boleh Ikut Pileg)
KPU menganggap korupsi merupakan kejahatan luar biasa sehingga pelarangan perlu diatur secara tegas dalam peraturan KPU.
Larangan tersebut dapat disebut terobosan karena ketentuan itu tak diatur dalam UU Pemilu.
Seperti dikutip Kompas, KPU menyiapkan dua opsi untuk melarang mantan koruptor maju sebagai calon wakil rakyat.
Opsi pertama seperti yang tertuang dalam PKPU, yakni bakal caleg bukan mantan terpidana korupsi.
Opsi kedua, melarang mantan terpidana korupsi jadi bakal caleg DPR dan DPRD.
Opsi kedua substansinya sama. Bedanya, subyek hukum di opsi kedua adalah partai politik, bukan para bakal caleg.
KPU bisa memahami kalau parpol menolak opsi pertama dengan alasan bertentangan dengan UU. Namun, KPU menganggap aneh jika opsi kedua juga ditolak.
Pasalnya, aturan itu masuk ranah parpol untuk merekrut bakal caleg DPR/DPRD.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.