JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mendorong rancangan undang-undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal segera dibahas dan disahkan DPR RI.
Saat ini, RUU tersebut masuk Program Legislasi Nasional 2015-2019 dan menjadi prioritas tahun 2018.
PPATK mendorong agar maksimal transaksi uang kartal sebesar Rp 100 juta.
"Kita harap RUU dapat cepat jadi undang-undang dengan bantuan Bambang Soesatyo (Ketua DPR)," ujar Kiagus saat membuka Diseminasi RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal bertajuk 'Optimalisasi Penelusuran Aset Hasil Tindak Pidana Melalui Regulasi Pembatasan Transaksi Uang Kartal' di Kantor PPATK, Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Ketua DPR RI Bambang Soeesatyo turut hadir dalam acara tersebut.
Kiagus mengatakan, PPATK sudah mendorong wacana pembatasan transaksi uang kartal sejak 2014.
Saat itu, PPATK mendorong Kementerian Hukum dan HAM untuk bersama-sama menyusun naskah akademik.
Draf awal RUU tersebut dibahas bersama tim penyusun yang terdiri dari PPATK, Kemenkumham, akademisi dan praktisi keuangan.
Saat ini, draf RUU pembatasan transaksi uang kartal masih ada di tangan pemerintah. Ia berharap, draf tersebut segera final dan dibawa ke DPR untuk dibahas dan disahkan.
"PPATK harap ketentuan ini dapat tertuang dalam undang-undang," kata Kiagus.
Kiagus mengatakan, ada tiga alasan mengapa RUU ini penting diterapkan.
Pertama, pembahasan transaksi akan mengubah pola transaksi ke depan. Kemudian, penetapan RUU ini akan membantu upaya pencegahan maupun penindakan terhadap korupsi dan pencucian uang.
"Penetapan RUU ini kelak akan bayar lunas janji pasangaan Jokowi-JK sebagaimana tertuang dalam Nawacita," kata Kiagus.
Kiagus menambahkan, transaksi nontunai saat ini semakin canggih dan memudahkan pengguna jasa perbankan.
Di sisi lain, transaksi nontunai lebih mudah dilacak oleh PPATK dan penegak hukum.
Hal ini akan nenghindari kecenderungan pelaku menghindari transaksi tunai untuk memutus mata rantai sehingga sulit dilacak.
"Pembatasan transaksi tunai diharap dapat persempit ruang gerak pelaku pidana untuk menyembunyikan uang hasil tindak pidana," kata Kiagus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.