JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) Ei Nurul Khotimah sepakat dengan usul Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) atas perubahan batas usia minimal perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Menurut Ei, rendahnya batas minimal usia perkawinan dalam UU menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya praktik perkawinan usia anak.
"Saya setuju (revisi UU Perkawinan), dengan banyaknya perkawinan di bawah umur dan itu banyak menimbulkan persoalan yang juga akhirnya menyebabkan bertambahnya persoalan bangsa," ujar Ei di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (16/4/2018).
Baca juga : Perlu Kajian Mendalam untuk Ubah Usia Minimal Perkawinan
Ia sepakat jika batas minimal usia perkawinan untuk perempuan diubah menjadi 18 tahun.
UU Perkawinan menyatakan usia perkawinan perempuan minimal 16 tahun dan laki-laki 19 tahun.
Menurut dia, pada usia 18 tahun, seorang perempuan lebih siap untuk menikah secara fisik dan psikologis.
Namun, Ei tak sepakat jika batas usia minimal perkawinan untuk perempuan menjadi 21 tahun karena akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
"Saya lebih setuju dengan 18 tahun karena dari sisi psikologis dan fisik sudah cukup. jadi tidak akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat," kata Ei.
Baca juga : Menteri Yohana Minta Isu Perkawinan Anak Jadi Perhatian Komisi VIII
"Kalau misalnya 21 tahun itu akan menimbulkan persoalan baru, adanya maksiat atau perzinahan dan itu akan menimbulkan persoalan baru, kenakalan remaja dan sebagainya," ujar dia.
Ei mengatakan, praktik perkawinan usia anak di berbagai pelosok daerah memberikan dampak negatif, terutama bagi kaum perempuan.
Selain, memengaruhi tingginya angka kematian ibu melahirkan anak, praktik perkawinan usia anak juga akan berdampak pada kesejahteraan ekonomi masyarakat.