Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Yohana Minta Isu Perkawinan Anak Jadi Perhatian Komisi VIII

Kompas.com - 16/04/2018, 12:49 WIB
Kristian Erdianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise meminta perhatian Komisi VIII terkait usulan revisi Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, terutama pasal yang mengatur soal batas usia perkawinan.

Perubahan pasal tersebut bertujuan untuk menghapus praktik perkawinan usia anak.

Hal itu diungkapkan Yohana dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VIII, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/4/2018).

"Tentang usia menikah dan status anak di luar kawin. Saya minta perhatian dari Komisi VIII," ujar Yohana.

Baca juga : 1 Dekade Terakhir, Unicef Sebut Angka Perkawinan Anak di Dunia Menurun

Usulan perubahan UU Perkawinan, kata Yohana, telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019.

Namun, UU tersebut tidak masuk prioritas tahun 2018.

"Usulan perubahan UU Perkawinan telah masuk prolegnas 2015-2019. Namun, tidak masuk prioritas tahun 2018. Maka saya minta ini jadi perhatian Komisi VIII juga," kata dia.

Sebelumnya, Yohana pernah mengungkapkan bahwa Kementerian PPPA telah menerima masukan dari berbagai pihak, baik yang pro maupun kontra dengan perkawinan usia anak.

Isu tersebut juga mulai digulirkan secara luas untuk melihat respons dari publik.

Yohana mengatakan, kementeriannya juga tengah membuat kajian sebagai dasar perubahan undang-undang.

Baca juga : Hapus Praktik Perkawinan Anak, Menteri Yohana Dorong Revisi UU Perkawinan

Isu penghapusan praktik perkawinan usia anak tengah menjadi perhatian kalangan masyarakat pemerhati hak perempuan dan anak.

Koordinator Pokja Reformasi Kebijakan Publik Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Indry Oktaviani mengungkapkan, ketentuan batas usia menikah yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan merupakan kebijakan yang mendiskriminasi perempuan.

Ia menilai, pencantuman batas minimal usia perkawinan perempuan 16 tahun dan laki-laki 19 tahun mendorong praktik perkawinan anak terus terjadi.

"Secara nyata peraturan itu membuat setiap perempuan Indonesia boleh dikawinkan saat usia anak atau belum dewasa," ujar Indry saat ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (18/12/2017).

Baca juga : Menanti Keseriusan Pemerintah Hilangkan Perkawinan Anak

Menurut Indry, praktik perkawinan anak perempuan secara jelas menimbulkan kekerasan, baik kekerasan seksual, fisik maupun sosial.

Selain itu, korban perkawinan di usia dini juga kehilangan haknya sebagai anak.

Terkait hal itu, KPI mendampingi tiga perempuan korban perkawinan anak yang mengajukan uji materi UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Endang Wasrinah, Rasminah dan Maryati meminta MK melakukan uji materi Pasal 7 ayat (1) terutama pada frasa "batas minimal usia perkawinan perempuan adalah 16 tahun".

Kompas TV Untuk sementara waktu, Kementerian PPPA masih sebatas berkoordinasi dengan kepala daerah terkait.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com