Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Wacana Pengembalian Pemilihan Kepala Daerah ke DPRD

Kompas.com - 13/04/2018, 10:37 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

Kompas TV Puluhan ribu warga Kabupaten Bone Sulawesi Selatan belum melakukan rekaman kartu tanda penduduk elektronik.

 

Ia mengakui, penyerahan uang kepada partai adalah sesuatu realitas yang tak bisa dibantah di dalam pencalonan kepala daerah.

Padahal, ketentuan memberikan uang kepada partai politik atau partai politik menerima uang terkait proses pencalonan kepala daerah ini sudah diancam sanksi di dalam UU Pilkada.

"Lalu, ketika biaya politik tinggi itu disebabkan oleh partai politik, dan perilaku oknum kepala daerah sendiri, mengapa daulat rakyat untuk menentukan pemimpin daerahnya yang mesti direnggut?" katanya.

Perludem melihat, pemahaman elite politik atas wacana ini cenderung tidak tepat. Ia khawatir wacana ini bisa berdampak buruk dan menghasilkan kekeliruan.

(Baca juga: PKS Sepakat untuk Setujui Pilkada Dikembalikan ke DPRD)

Titi menyarankan agar DPR dan Pemerintah lebih produktif jika melakukan perbaikan terhadap sistem pemilihan kepala daerah.

"Mereka harus melihat berdasarkan pendekatan evaluatif yang konstruktif dari pengalaman tiga kali pilkada transisi ini Pilkada 2015, Pilkada 2017 dan Pilkada 2018," katanya.

 

Diskursus Harus Diperluas

Direktur Eksekutif Respublica Political Institute sekaligus akademisi Hukum Tata Negara, Benny Sabdo, berpandangan bahwa pemerintah dan DPR segera membuat proposal perubahan UU Pilkada agar diskursus publik tidak hanya terjebak pada tingginya biaya politik pilkada dan korupsi.

"Diskursus publik jangan hanya direduksi dengan wacana pilkada berbiaya mahal sehingga mendorong motivasi korupsi bagi kepala daerah," ujar Benny saat dihubungi, Kamis (12/4/2018).

Menurut Benny, melalui perubahan sistem tak menutup kemungkinan dapat memperbaiki fenomena tumpang tindih kebijakan saat ini.

(Baca juga: Bantah Ketua DPR, KPK Tak Pernah Ungkapkan Dukung Pilkada Lewat DPRD)

 

Kebijakan pemerintah pusat, kata Benny, kerap kali tidak sinkron dengan pemerintah daerah. Sebab, Pemerintah Daerah merasa memiliki legitimasi yang tinggi dalam merumuskan kebijakan daerah karena dipilih langsung oleh masyarakat.

Di sisi lain, Benny mengatakan bahwa pilkada sebenarnya tidak termasuk dalam rezim pemilu. Oleh sebab itu, kata Benny, pilihan politik hukum pilkada langsung maupun tidak langsung mutlak diserahkan kepada pembuat undang-undang karena bersifat open legal policy.

Jika merujuk pasal 18 ayat (4) UUD 1945, dinyatakan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.

"Ketentuan konstitusi hanya menyebut dipilih secara demokratis, jadi tidak harus pilkada langsung, dapat juga sebaliknya," ungkapnya.

(Baca juga: Menurut Ketua DPR, KPK Setuju Pilkada Langsung Dievaluasi)

 

Ia pun mengusulkan agar pihak eksekutif dan legislatif segera mengundang civil society, akademisi, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu untuk membahas wacana perubahan Undang-Undang Pilkada ini.

"Diskursus publik harus diperkaya. Namanya demokrasi memang berbiaya mahal. Juga tidak ada jaminan jika pilkada melalui DPRD tidak ada politik uang, bisa jadi justru lebih mahal biayanya. Jadi proyek baru bagi partai politik," kata Benny.

Terkait pembahasan wacara perubahan sistem pilkada, Benny menegaskan, pembuat undang-undang harus tetap mengacu pada visi memperkuat sistem presidensial dalam kerangka NKRI.

"Jadi, eksekutif dan legislatif sebagai pihak pembuat undang-undang harus berpikir visioner, tidak hanya berpikir jangka pendek pragmatis," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com