DEPOK, KOMPAS.com - Ketua Kelompok Advokasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Novian dihadirkan sebagai ahli dalam sidang First Travel. Di awal sidang, ia diminta menjelaskan pola kejahatan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan pelaku.
Novian menyatakan, ada dua sikap batin pelaku pencucian uang, yakni dia mengetahui bahwa harta kekayaannya berasal dari tindak pidana dan ada keinginan untuk menyembunyikan hasil kejahatan itu untuk menyamarkan asal usulnya.
Setiap orang menempatkan atau mentransfer atau menghibahkan, hingga menukarkan dengan mata uang asing atas uang yang dia ketahui berasal dari tindak kejahatan, maka unsur pencucian uangnya terpenuhi.
"Salah satu perbuatan itu sudah cukup sepanjang perbuatan tersebut bertujuan menyembunyikan dan menyamarkan asal usul harta kekayaan yang dia ketahui atau patut diduga hasil tindak kejahatan penggelapan," ujar Novian dalam sidang di Pengadilan Negeri Depok, Rabu (11/4/2018).
Baca juga : First Travel dalam Jeratan Tumpukan Utang Miliaran Rupiah...
Novian menyebut modus pelaku menyamarkan harta hasil kejahatan banyak variasinya. Biasanya mereka menggunakan instrumen perbankan untuk menyembunyikan aset, seperti rekening perusahaan. Dana hasil kejahatan ditampung di rekening perusahaan, kemudian dialihkan ke rekening lain milik pelaku.
Novian mengatakan jika menggunakan rekening perusahaan, maka kecil kemungkinan pihak bank curiga karena dianggap sebagai aktivitas bisnis biasa. Sebaliknya, jika pelaku menggunakan rekening pribadi untuk melakukan transaksi dalam jumlah besar dan intens, akan dicurigai pihak bank maupun PPATK.
"Itu mencerminkan sikap batin pelaku agar uang tersebut seolah-olah berasal dari bisnis yang sah sehingga ia gunakan rekening perusahaan tersebut untuk menampung hasil penipuan," kata Novian.
Selain itu, penyamaran harta kekayaan dari hasil kejahatan bisa dilakukan dengan mengalihkannya dalam bentuk barang.
Baca juga : Saksi Sebut Transaksi Keuangan di 24 Rekening First Travel Capai Rp 6 Triliun
Novian mengatakan, selain membeli aset dengan nama pribadi, agar tidak mencurigakan, pembelian juga dilakulan atas nama orang lain. Jika pebisnis biasa membeli aset atau barang atas nama orang lain, maka akan sangat berisiko baginya. Namun tidak dengan pelaku yang berniat menyamarkan hasil kejahatannya.
Selain itu, ada pula modus dengan mencampur uang sah dengan uang hasil tindak pidana. Hal ini untuk menyamarkan agar pihak perbankan sulit menemukan harta hasil kejahatan. Bisa juga dengan menarik uang di rekening dengan jumlah tertentu dan melakukan transaksi secara tunai.
Dari kacamata TPPU, melakukan transaksi tunai akan memutus mata rantai transaksi di rekening. Tujuannya agar aktivitasnya sulit ditelusuri sehingga asal usul harta tidak ketajuan dari hasil kejahatan.
Padahal, bagi pebisnis, penarikan tunai berisiko merugikannya.
Baca juga : Kiki First Travel Belikan Apartemen, Mobil, dan Hadiah untuk Mantan Pacar
"Untuk pebisnis bukan hal yang favorit. Mending transfer. Kalo tarik tunai pencatatan bisnis akan sulit. Belum lagi risiko dicopet," kata Novian.
Dalam dakwaan, jaksa penuntut umum menyebut uang yang ditampung di rekening PT First Anugerah Karya Wisata dialirkan ke sejumlah rekening lain, termasuk rekening para terdakwa yakni Direktur Utama First Travel Andika Surachman, Direktur First Travel Anniesa Hasibuan, dan Kepala Divisi Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki.
Selain itu, tercatat beberapa pembayaran yang dikeluarkan rekening itu untuk kepentingan di luar umrah. Beberapa di antaranya yakni pembelian mobil, transfer untuk acara Hello Indonesia di London, hingga jalan-jalan keliling Eropa.