JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat memperpanjang pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Anti-terorisme).
Hal tersebut disepakati dalam rapat paripurna ke-22 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2017-2018, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/4/2018).
"Perpanjangan masa pembahasan RUU pemberantasan tindak pidana terorisme dapat kita setujui," ujar Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon saat memimpin rapat paripurna yang dihadiri oleh 289 anggota perwakilan fraksi.
Fadli mengatakan, pimpinan Pansus RUU Anti-terorisme telah menyampaikan surat perihal permintaan perpanjangan waktu masa sidang.
Baca juga : Dianggap Negatif, Definisi Terorisme dalam RUU Anti-terorisme Masih Dirumuskan
Surat tersebut disampaikan dalam rapat konsultasi pengganti Bamus pada 9 April 2018..
"Pimpinan Pansus RUU tentang pemberantasan tindak pidana terorisme DPR RI telah menyampaikan surat perihal permintaan perpanjangan waktu masa sidang," kata Fadli.
Sebelumnya, anggota Pansus RUU Anti-terorisme dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan, pembahasan Revisi Undang-Undang Anti-Terorisme saat ini tinggal perdebatan mengenai definisi terorisme.
"Urusan peran TNI selesai, tinggal yang jadi perdebatan adalah definisi terorisme," kata Arsul.
Baca juga : RUU Anti-terorisme Lama Selesai karena Bahas Pelibatan TNI
Menurut Arsul, definisi terorisme itu perlu dirumuskan kembali lantaran adanya keberatan dari berbagai elemen masyarakat, khususnya organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam.
"Ini masukan dari elemen masyarakat utamanya umat Islam yang selalu terstigma dengan peristiwa terorisme ini. Jadi terorisme itu selalu distigmakan umat Islam," kata dia.
Arsul berharap, RUU Anti-terorisme bisa disahkan pada akhir masa sidang IV tahun 2017-2018.
DPR menargetkan RUU tersebut akan dibawa ke rapat paripurna untuk disetujui sebagai UU pada akhir April 2018.