Kasus tersebut merupakan akibat dari ketidakpahaman mereka tentang adanya regulasi yang berkaitan dengan pelanggaran pemilu.
Hal tersebut juga terjadi karena minimnya keterwakilan perempuan di tingkat penyelenggara pemilu. Bahkan, di beberapa kabupaten/kota ada yang tidak memiliki keterwakilan perempuan.
Padahal, menurut Dewi Petalolo (2017), keterlibatan perempuan dalam penyelenggara pemilu dapat memastikan perempuan sebagai salah satu basis utama sosialisasi dan pendidikan pemilih sehingga mereka tidak menjadi korban atas pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh para calon kandidat seperti politik uang, politik identitas, manipulasi, dan kekerasan.
Beberapa kondisi yang terjadi pada kaum perempuan tentu sangat memprihatinkan. Untuk itu, diperlukan adanya upaya peningkatan peran perempuan guna memerangi politik uang sehingga dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan penyelenggaraan pemilu.
Pertama, pemilih perempuan tidak memilih pasangan calon yang jelas melakukan politik uang. Tingginya biaya politik yang dikeluarkan oleh kandidat pasangan calon dalam pelaksanaan tahapan pemilihan tentu harus kembali modal pada saat terpilih.
Hal tersebut dapat memicu terjadinya praktik korupsi. Jika ini terjadi, tak terbayang berapa banyak ibu yang memiliki anak putus sekolah, tidak memiliki beras, akses kesehatan yang lamban akibat kepala daerah korupsi.
Kedua, seorang ibu sebagai madrasatul ula harus senantiasa membiasakan dan memperkenalkan budaya demokrasi di tingkat keluarga. Seperti menanamkan rasa tanggung jawab dan toleransi kepada anak.
Ketiga, optimalisasi pendidikan politik dan pendidikan pemilih perempuan. Tujuannya membentuk dan menumbuhkan orientasi politik pada setiap individu dan kelompok.
Proses pendidikan politik ini dimaksudkan agar pemilih perempuan dapat menjadi warga negara yang sadar dan menjunjung tinggi akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.
Keempat, KPU dan Bawaslu harus mengalokasikan anggaran khusus untuk sosialisasi kepada kaum perempuan. Sosialisasi ini harus intens dilakukan, agar informasi kepemiluan terdistribusikan secara merata sampai ke pelosok daerah.
Sosialisasi yang dimaksud bisa berupa roadshow atau penyebaran bahan sosialisasi berupa stiker ke pengajian ibu-ibu, pusat-pusat keramaian, dan posyandu.
Di samping itu juga pemasangan alat peraga sosialisasi yang berisikan "Tolak dan Lawan Politik Uang" sebagai bentuk pencegahan dini dalam memerangi politik uang.
Kelima, pelatihan dan penguatan keterampilan politik dengan membentuk forum komunikasi perempuan penyelenggara pemilu di KPU dan Bawaslu.
Forum ini juga yang akan mengawal kebijakan afirmasi (affirmative action) untuk meningkatkan keterwakilan dan kualitas perempuan dalam pemilu.
Keenam, membentuk Posko Pengaduan Perempuan di Bawaslu tingkat kabupaten/kota. Dengan adanya posko tersebut, kaum perempuan yang akan melaporkan dugaan pelanggaran dapat dilayani secara maksimal dan terjaga keamanannya.
Posko tersebut dapat dijadikan sebagai tempat diskusi kaum perempuan dengan mengadakan pertemuan rutin satu bulan satu kali, bisa melibatkan gabungan organisasi wanita, organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan yang concern di bidang perempuan.
Hal tersebut dinilai efektif untuk menguatkan posisi kaum perempuan dan meningkatkan solidaritas terhadap sesama kaum perempuan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.