JAKARTA, KOMPAS.com – Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma dianggap tempat yang paling cocok dan aman untuk menerima kunjungan tamu-tamu resmi negara. Sebab, letaknya strategis di ibukota bagian timur.
Jarak jangkaunya lebih dekat menuju Istana Negara dan pusat pemerintahan. Hal ini membuat Halim Perdanakusuma menjadi pilihan ideal sebagai pintu masuk dan keluar tamu penting kenegaraan dari penjuru dunia.
Tak hanya itu, bandara tersebut memiliki kelengkapan untuk protokoler yang lebih siap dibandingkan yang lain. Maka pantas bandara itu dijuluki “Pintu Gerbang Negara” sebagaimana judul buku mengenai Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma yang diterbitkan pada 2003.
(Baca juga: Semangat Penerbang Muda dalam Serangan Balasan TNI AU ke Belanda (Bagian I))
Tak hanya tamu dari negara lain, lanud itu juga menjadi tempat kedatangan dan lepas landas presiden hingga pejabat negara. Di samping itu, Halim Perdanakusuma juga menyediakan jalur penerbangan untuk pesawat komersil.
Sebagai “pintu gerbang negara”, Lanud harus nampak indah dan bersih. Oleh karena itu, pada 1989, dibuat suatu operasi RITA yang merupakan singkatan dari Resik, Indah, Tertib dan Aman. Operasi ini dilakukan anggota dan warga Lanud Halim Perdanakusuma secara berkelanjutan.
Lanud Halim Perdanakusuma sebelumnya bernama Pangkalan Udara Tjililitan. Namanya resmi diganti pada 17 Agustus 1952 bertepatan dengan peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-7. Pergantian nama berdasarkan keputusan Kepala Staf Angkatan Udara Nomor 76/48/PEN-2/1952.
Kegiatan pertama yang dilakukan setelah berganti nama yakni berkumpulnya pandu-pandu udara dari Jawa, Sumatera, dan Kalimantan melakukan aeromodeling dan terbang layang.
(Baca juga: Semangat Penerbang Muda dalam Serangan Balasan TNI AU ke Belanda (Bagian II))
Kegiatan tersebut kemudian melahirkan organisasi Aeroclub Nasional Jakarta pada 4 Mei 1953. Pelaksanaan olahraga dirgantara ini mendapat dukungan pimpinan TNI AU sehingga pada 1966, dibentuk cabang olahraga dirgantara terjun payung.
Dikaitkan dengan G-30S
Lanud Halim Perdanakusuma pernah dikait-kaitkan dengan Gerakan 30 September 1965. Lubang Buaya yang dijadikan lokasi pembantaian massal itu dianggap berada dalam wilayah Lanud Halim Perdanakusuma.
Anggapan itu dibantah keras oleh Suharto yang saat itu menjabat Pangkostrad TNI. Namun, ia tak menutup kemungkinan jika ada oknum Angkatan Udara yang terlibat dalam peristiwa ini.
(Baca juga: PHB AURI, Tulang Punggung Komunikasi Pejuang Kemerdekaan RI)
“Oleh sebab itu, saya sebagai warga Angkatan Darat RI mengetuk jiwa patriot anggota Angkatan Udara, bilamana ada oknum Angkatan Udara yang terlibat dengan pembunuhan yang kejam atas para jenderal yang tidak berdosa ini, saya mengharapkan agar angkatan udara mebersihkan anggota-anggota yang terlibat dalam petualangan ini,” kata Suharto sebagaimana dikutip dari buku “Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma: Pintu Gerbang Negara”, 2003.
Dalam buku itu dijelaskan, di Lanud Halim Perdanakusuma ada juga wilayah hyang disebut Lubang Buaya. Kini telah berubah menjadi Padang Golf Halim II dan Komplek Perumahan anggota TNI AU Dirgantara. Namun, Lubang Buaya yang diduga menjadi lokasi peristiwa G-30S terletak di wilayah Bekasi.
Lubang Buaya di Bekasi dan Halim Perdanakusuma itu dipisahkan Jalan Raya Pondok Gede. Saat ini, Lubang Buaya di Bekasi itu menjadi Monumen Pancasila Sakti dan menjadi bagian dari Jakarta Timur.
***
Dalam rangka HUT ke-72 TNI AU ini pula, Kompas.com akan menayangkan sejumlah berita-berita angkatan udara Indonesia sejak dahulu hingga saat ini, termasuk kisah-kisah heroik dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Simak selengkapnya di Kompas.com sepanjang hari ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.