Kota Yogyakarta pun diduduki oleh tentara Belanda. Sementara beberapa petinggi pemerintahan ditahan termasuk Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara S Soerjadarna.
(Baca juga: Letkol Erlina: Sosok Wanita Angkatan Udara Komandan Teknik)
Namun, sebelum Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengirim pesan untuk disebarkan ke seluruh stasiun radio PHB AURI.
Pesan tersebut berisi pembentukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera. Tujuannya yakni meneruskan pemerintahan Republik Indonesia menyusul Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta.
Pasca pengiriman pesan itu, stasiun radio PHB AURI di Terban Taman Yogyakarta dihancurkan untuk menghilangkan jejak dan melindungi pejuang dari serbuan tentara Belanda.
Tak hanya itu, stasiun radio PHB AURI lainnya juga ikut dihancurkan. Sementara peralatannya diselamatkan dan dibawa ke tempat yang aman.
Gerilya
Seusai instruksi KSAU, anggota AURI melanjutkan perjuangan dengan cara bergerilya. Namun peran penting PHB tidak bisa dianggap kecil dalam kondisi bergerilya.
Pasca Yogyakarta diduduki tentara Belanda, Markas Besar Komando Djawa (MBKD) dibentuk di Desa Dekso Kulonprogo di bawah komando A.H. Nasution. Sementera di Sumatera dibentuk Markas Besar Komando Sumatera (MBKS) di bawah PDRI yang dipimpin oleh Syafruddin Perwiranegara.
(Baca juga: Komputer Crash, Data Penting Angkatan Udara Selama 12 Tahun Lenyap)
Meski terpisah jarak, keduanya bisa saling terhubung karena adanya PHB AURI. Saat itu, AURI sudah memiliki sistem perhubungan jarak jauh yang lumayan canggih, bahkan mampu mencapai Rangoon, Myanmar.
Di dekat Yogyakarta, tepatnya di Dusun Banaran, Kecamatan Playen, Wonosari Gunungkidul, Opsir III Boedihardjo bersama Basir Surya dan Sersan Udara Soeroso, membuat stasiun radio PHB AURI PC-2 Playen.
Namun, karena gerilya, stasiun radio PHB AURI PC-2 Playen tidak dibuat di lapangan udara melainkan dirumah warga bernama Ibu Prawirosetomo yang memilki dua orang anak yakni Martono dan seorang anak perempuan.
Ketiganya saling bahu membahu menyelamatkan peralatan radio tersebut dari serangan tentara Belanda.
Mereka menyembunyikan pembangkit listrik di tungku tanah dan ditutupi kayu bakar. Antenanya dibentangkan diantara dua batang pohon kelapa. Pemasangannya pun hanya dilakukan di malam hari saat akan digunakan.
Sementara pagi harinya antena tersebut disembunyikan. Adapun pemancarnya disembunyikan di dapur dekat dengan kandang sapi. Penduduk setempat juga ikut menjaga rahasia tersebut dari tentara Belanda.
(Baca juga: Jayalah Sayap Tanah Airku, Angkatan Udara yang Kucinta!)
Tak sia-sia, stasiun radio PHB AURI PC-2 Playen pun punya peran besar bagi bangsa Indonesia. Bagaimana tidak, stasiun inilah yang pertama kali mengirimkan berita serangan umum 1 Maret 1949.