Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkait Kasus Kompol Fahrizal Tembak Mati Adik Ipar, Sudah Saatnya UU Polri Direvisi

Kompas.com - 07/04/2018, 08:00 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa pembunuhan adik ipar oleh Wakil Kepala Polres Lombok Tengah Komisaris (Pol) Fahrizal dengan cara ditembak menunjukkan adanya kekurangan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

Demikian diungkapkan pakar psikologi forensik Universitas Indonesia, Reza Indragiri Amriel.

"Peristiwa ini menunjukkan, sah sudah, revisi UU Polri memang sudah mendesak untuk dilakukan," ujar Reza melalui pesan singkat, Jumat (6/4/2018).

Penembakan brutal yang dilakukan Fahrizal berkaitan erat dengan perilaku impulsif seorang polisi. Terdapat pula efek psikis ketidakmampuan mengendalikan diri.

Reza membandingkan kondisi profesi Polri dengan profesi guru atau dosen yang sama-sama mempunyai payung hukum berupa undang-undang.

"UU Guru dan Dosen memuat pasal-pasal yang mendorong guru dan dosen memelihara kesehatan mereka sendiri. Juga pasal tentang hak mereka mendapatkan bantuan hukum jika terkena masalah. Pasal-pasal itu mencerminkan kepedulian terhadap profesi itu," kata Reza.

"Namun sayangnya, pasal-pasal empatik semacam itu vakum dari UU Polri. Inilah cerminan betapa sisi insani personel Tribrata acap kali ternihilkan. Sengaja atau tidak ya, personel Polri didehumanisasi," lanjut dia.

Baca juga: Usai Tembak Mati Adik Ipar, Kompol Fahrizal Kini Linglung... 

Selain itu, secara sadar atau tak sadar, personel Polri tetap dipandang laksana "Hercules" yang tidak pernah mengalami sakit, letih, cemas, sedih, marah, serta gejolak-gejolak batiniah lainnya. Tidak ada pasal di UU Polri yang mengatur saat personel dalam keadaan seperti itu.

"Akibatnya, alih-alih kebal terhadap tekanan, meledaklah percikan-percikan berupa oknum yang memperlihatkan demotivasi dan demoralisasi. Oleh sebab itu, sekali lagi, revisi UU Polri sudah mendesak," tutur Reza.

Selaras dengan revisi UU Polri, Reza juga mendorong terus upaya reformasi Polri yang bersumbu pada trisula, yaitu pengembangan sumber daya manusia, pengembangan lembaga pendidikan, dan perbaikan kualitas hubungan dengan masyarakat.

Seperti diberitakan, Jumingan alias Iwan (34) tewas ditembak kakak iparnya yang merupakan Wakil Kepala Polres Lombok Tengah Komisaris (Pol) Fahrizal.

Peristiwa itu diawali dengan cekcok pelaku dengan sang ibu. Tak diketahui penyebab cekcok tersebut. Namun, pelaku sampai-sampai menodongkan senjata api ke ibunya.

Iwan kemudian datang. Ia mencoba menghalau todongan senjata ke sang ibunda. Ketika penghalauan terjadi, pelaku menarik pelatuk beberapa kali. Di tengah pergumulan, timah panas pun menembus kepala dan perut Iwan. Ia tewas di tempat kejadian.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Setyo Wasisto mengatakan, kasus tersebut sedang dalam penyelidikan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

Setyo menduga kuat, pelaku melanggar kode etik profesi. Sebab, ia menggunakan senjata api tersebut saat sedang tidak berdinas. Diketahui, peristiwa itu terjadi saat Fahrizal sedang pulang ke kampung halaman di Medan, Sumatera Utara.

"Cuti tidak boleh bawa senjata api. Senjata api hanya dibawa untuk dinas," ucap Setyo di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat.

Baca juga: Polri Pertanyakan Tindakan Kompol Fahrizal yang Pegang Senjata Saat Cuti

Kompas TV Dugaan sementara, penembakan berlatar dendam pribadi.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com