JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah partai politik menolak rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan mewajibkan calon anggota legislatif pada Pemilu Legislatif 2019 menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Kewajiban menyerahkan LHKPN kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu akan diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Peserta Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk kali pertama.
Ketua DPP bidang Hukum dan Advokasi Partai Perindo Christophorus Taufik mengatakan, caleg seharusnya cukup menyerahkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak.
"Di dalam SPT, kan, ada juga pelaporan mengenai harta kekayaan. Apakah nilai yang dicantumkan di dalam SPT diragukan keabsahannya?" ucap Chris di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Chris berpendapat, idealnya caleg yang terpilih baru menyerahkan LHKPN kepada KPK dan bukan seperti rencana KPU saat ini.
"Ketika dia (caleg) sudah terpilih, dia wajib melaporkan kepada KPK. Tapi, kalau belum (terpilih) terus sudah lapor, iya kalau terpilih, kalau tidak bagaimana?" ujarnya.
Apalagi, menurut Chris, subtansi SPT dan LHKPN sama, yang berbeda hanya lembaganya sebagai pemeriksa.
"Substansinya sama, yakni menyampaikan apa yang dipunyai, hanya formatnya yang berbeda dan instansinya berbeda," kata Chris.
Ia khawatir, jika penyerahan LHKPN tersebut diwajibkan, hal itu justru akan membebani KPK.
"Kami percaya KPK pasti sanggup. Tapi apa iya kita tega merepotkan KPK dengan hal-hal yang sebenarnya bisa dieliminir, kasihan, kan," ujarnya.
Tak berbeda, Ketua DPP Partai Hanura Sutrisno Iwantono juga tak sepakat dengan rencana tersebut.
Adapun bukti pelaporan itu diserahkan ke KPU sebagai syarat pencalonan pileg mendatang.
"Sebaiknya caleg itu tidak dipersyaratkan untuk memberikan LHKPN," kata Sutrisno.
Menurut Sutrisno, lain halnya jika caleg tersebut menang dan terpilih sebagai wakil rakyat periode 2019-2022.
"Kalau jadi (terpilih) oke, tapi kalau (baru) calon ini agak sulit. Kami usulkan tidak," ujar Sutrisno.