Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Kasus TKI yang Jadi Korban Perdagangan Orang Tak Berlanjut ke Jalur Hukum

Kompas.com - 05/04/2018, 17:49 WIB
Robertus Belarminus,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Hermono mengatakan, banyak kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang jadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berujung buntu alias tidak diteruskan ke proses hukum.

Alasannya, karena pelaku yang terlibat TPPO itu mayoritas merupakan orang dekat TKI itu sendiri. Hal ini membuat para TKI yang menjadi korban enggan meneruskan laporannya kepada penegak hukum.

Hal tersebut disampaikan Hermono dalam jumpa pers "Pengiriman TKI ke Luar Negeri, Peluang Sejahtera Bertaruh Nyawa" bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang diselenggarakan di Kantor LPSK, di Cijantung, Jakarta Timur, Kamis (5/4/2018).

Baca juga : LPSK: TKI Paling Rentan Jadi Korban Perdagangan Orang

"Hampir seluruhnya kasus-kasus yang pemberangkatan secara non-prosedural, yang potensial ada unsur TPPO, yang melakukan perekrutan orang dekat. Ada orangtua, paman, kepala desanya. Jadi waktu didorong buat laporan, dia nolak. Karena pelakunya banyak orang dekat," kata Hermono.

Padahal, korban TPPO berpeluang dieksploitasi atau terjerumus bekerja di dunia terlarang seperti prostitusi.

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai (tengah), Direktur Migrant Care Wahyu Susilo (kiri foto) dan Sekretaris Utama BNP2TKI Hermono (kanan foto), Kamis (5/4/2018).Kompas.com/Robertus Belarminus Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai (tengah), Direktur Migrant Care Wahyu Susilo (kiri foto) dan Sekretaris Utama BNP2TKI Hermono (kanan foto), Kamis (5/4/2018).

Dengan keterlibatan orang dekat, TKI yang jadi korban lebih memilih untuk dipulangkan ke tempat asal daripada melanjutkan kasusnya ke jalur hukum. Contohnya, Hermono mengungkapkan, kasus prostitusi yang menimpa dua perempuan bersaudara asal Kendal, Jawa Tengah.

Kedua TKI itu menjadi korban perdagangan orang. Diduga, yang "menjual" mereka adalah tantenya sendiri.

 "Tante sendiri yang jual. Masuk safe house Bambu Apus dia minta pulang. Prosesnya (hukum) dia (korban) enggak tahan," ujar Hermono.

Dia mengatakan, tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia memang rentan menjadi korban perdagangan orang. Khususnya, mereka yang hendak bekerja menjadi asisten rumah tangga di luar negeri.

Baca juga : Anies: Ditemukan Praktik Prostitusi dan Perdagangan Orang di Alexis

Pelaku yang merekrut korban memanfaatkan faktor kemiskinan keluarga TKI. Biasanya, korban berangkat karena orangtuanya telah diberi uang oleh pelaku.

Kisaran uang yang diberikan perekrut kepada keluarga korban bervariasi mulai dari Rp 500.000, Rp 5 juta, hingga Rp 10 juta.

"Ini persoalannya adalah korban tahu kalau dia diproses hukum, akan terseret keluarga sendiri. Makanya dia, 'Sudah, Pak' (tidak melapor)'" ujar Hermono.

BNP2TKI tidak memiliki data TKI non-prosedural karena memang mereka berangkat melalui cara ilegal. Diperkirakan, dari sekitar 2,7 juta TKI di Malaysia, 54 persennya ilegal.

Sementara, dari 700.000 TKI yang diperkirakan ada di Arab Saudi, sekitar 400.000 di antaranya ilegal.

"TKI yang berangkat non-prosedural ini sangat mungkin memenuhi syarat TPPO. Bahkan, yang berangkat secara prosedural pun, bisa nyerempet-nyerempet ke (kasus) TPPO," ujar Hermono.

Kompas TV Penggeledahan dilakukan setelah petugas melakukan penangkapan terhadap dua orang tersangka, yang bertugas sebagai sponsor dan penampung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Nasional
Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com