JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenko Polhukam, Carlo B. Tewu mengungkapkan, permasalahan pengungsi yang ada di Indonesia telah menjadi perhatian serius oleh pemerintah Indonesia.
Menurut Carlo, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menangani persoalan pengungsi.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) tentang Impelementasi Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri, di Bali, 4 April 2018.
"Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Indonesia dalam penanganan pengungsi dari luar negeri, antara lain melalui pembentukan desk penanganan pengungsi dari luar negeri dan penyelundupan manusia oleh Kemenko Polhukam," ujar Carlo seperti dikutip dari siaran pers Kemenko Polhulkam, Rabu (4/4/2018).
Selain itu, lanjut Carlo, pemerintah telah menerbitkan Perpres No. 125/2016 dan melakukan pemantapan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga dan Instansi terkait di daerah.
Menurut Carlo, peran serta pemerintah daerah merupakan kunci dalam penanganan pengungsi dari luar negeri sebagaimana diatur dalam Perpres No. 125/2016.
Terkait pengawasan para pengungsi dan pencari suaka di tempat penampungan sementara, pemerintah daerah perlu menyusun aturan atau tata tertib bersama Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) dengan menyesuaikan adat istiadat dan kearifan lokal setempat.
"Dalam Perpres dijelaskan bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota perlu menyediakan tempat penampungan sementara pengungsi dari luar negeri dengan memperhatikan kondisi, fasilitas serta kriteria sesuai amanat Perpres tersebut,” kata Carlo.
Isu pengungsi dan pencari suaka telah menjadi salah satu isu yang paling banyak mendapatkan perhatian baik dari dalam negeri maupun internasional.
Berdasarkan data dari United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR), jumlah pengungsi dan pencari suaka dalam beberapa tahun belakangan terus mengalami peningkatan dan tercatat ada lebih dari 22 juta pengungsi dan pencari suaka di tingkat global.
Sebagian besar pengungsi dan pencari suaka berada di negara-negara berkembang seperti Turki, Pakistan, Libanon, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.
Jumlah pengungsi dan pencari suaka di Turki sendiri mencapai angka 2,9 juta orang dan 1,4 juta orang di Pakistan.
Sedangkan di Libanon tercatat ada sekitar 1 juta orang pengungsi dan pencari suaka dan masing-masing sekitar 100 ribu orang berada di Thailand dan Malaysia.
Di Indonesia tercatat ada 13.840 jiwa yang terdiri dari 9.795 pengungsi dan 4.045 pencari suaka.
"Dilihat dari jumlah tersebut memanglah tidak terlalu besar, namun perlu kita waspadai dampak negatif yang mungkin terjadi baik dari aspek ideologi, politik, sosial budaya, hukum, dan keamanan,” kata Carlo.
“UNHCR, salah satu badan PBB yang berurusan langsung dengan isu penanganan pengungsi mencatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, krisis pengungsi telah menjadi krisis pengungsi terparah sejak Perang Dunia ke dua,” lanjut dia.