JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lebih berpeluang maju sebagai calon wakil presiden jika dibandingkan dengan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Anies dan Gatot belakangan disebut sebagai calon kuat untuk mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada Pilpres 2019.
Menurut Ari, Prabowo akan sulit untuk memenangkan kontestasi jika mengambil figur yang sama-sama berlatar belakang militer.
"Anies Baswedan lebih berpeluang daripada Gatot Nurmantyo. Karena untuk (latar belakang capres-cawapres) militer dan militer, hitungan politiknya akan sulit," ujar Ari saat dihubungi, Rabu (4/4/2018).
Ari menilai, Prabowo akan lebih berpeluang menang jika menarik pasangan cawapres dari kalangan sipil.
(Baca juga: Melejitnya Nama Gatot Nurmantyo Dinilai Membuat Prabowo Gundah)
Selain Anies, Prabowo juga bisa mempertimbangkan nama lain yang belakangan muncul, seperti Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi, yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB). Diketahui, TGB merupakan kader Partai Demokrat.
Alternatif lain, Partai Gerindra bisa mengambil cawapres dari mitra koalisi, misalnya salah satu dari sembilan nama yang diusulkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sembilan nama tersebut adalah Ahmad Heryawan, Hidayat Nurwahid, Anis Matta, Irwan Prayitno, M Sohibul Iman, Salim Segaf Aljufri, Tifatul Sembiring, Muzammil Yusuf dan Mardani Ali Sera.
"Calon lain masih mungkin, misal Tuan Guru Bajang, semua itu perlu kompromi dengan calon partai pendukung, PKS dan PAN," kata Ari.
(Baca juga: Ketua DPD Gerindra Jakarta Sebut Anies Bisa Jadi Cawapres Prabowo)
Ari menjelaskan, pasangan capres-cawapres tidak akan komplementer jika memiliki latar belakang yang sama. Kapasitas, gaya kepemimpinan, manajemen kerja, dan segmen pemilih akan menjadi homogen.
Unsur-unsur tersebut, kata Ari, akan berpengaruh juga pada daya jangkau pemilih.
"Komposisi capres-cawapres sedapatnya komplementer sesuai latar dan kemampuan, seperti sipil-militer, jawa-luar jawa, nasionalis-agama," tuturnya.
"Unsur komplementer tersebut untuk alasan kemampuan, gaya atau kultur, dan juga pertimbangan elektoral, daya jangkauan pemilih yang melebar secara demografi dan kultural," kata Ari.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.