JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hanafi Rais angkat bicara terkait polemik kritik Amien Rais soal pembagian sertifikat lahan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo.
Hanafi menuturkan bahwa saat ini pembahasan atas kritik tersebut menjadi bergeser dari substansi sebenarnya, yakni soal ketimpangan penguasaan lahan dan agenda reforma agraria.
"Isu mengenai ketimpangan tanah ini menjadi bergeser menjadi isu yang sangat teknis soal metodologi dan koleksi data, bahkan politis dan mengaburkan substansi untuk menegakkan reforma agraria," ujar Hanafi saat menggelar konferensi pers di ruang kerja Fraksi PAN, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/3/2018).
(Baca juga: Bantah Amien Rais, Maruf Sebut Kebijakan Bagi-bagi Sertifikat Tanah Memudahkan Warga)
Kritik Amien Rais, kata Hanafi, tidak mempersoalkan mengenai pembagian sertifikat tanah kepada masyarakat.
PAN sendiri mendukung program pemerintah yang tercantum dalam RPJMN dan Nawa Cita. Namun, upaya tersebut dinilai belum sesuai dengan salah satu unsur dalam program reforma agraria yakni redistribusi tanah.
Faktanya, kata Hanafi, terdapat ketimpangan penguasaan lahan.
"Tentu ini yang harusnya dijawab pemerintah supaya problemnya selesai. Reforma agraria akan jadi palsu kalau dimaknai hanya bagi-bagi sertifikat. Banyak orang yang juga yang belum senang karena adanya konflik agraria antara masyarakat dengan korporasi besar," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama Chairman Sustainable Development Indonesia sekaligus anggota Dewan Kehormatan PAN, Dradjad H Wibowo, mengatakan, masalah krusial terkait agraria saat ini adalah ketimpangan penguasaan lahan.
Menurut Dradjad, 1 persen penduduk atau kelompok tertentu menguasai 74 persen lahan di Indonesia, sebagaimana yang disampaikan oleh Amien Rais.
(Baca juga: Sentilan Amien Rais dan Mengembalikan Reforma Agraria ke Relnya...)
Data tersebut berasal dari Badan Pusat Statistik yang juga pernah dipublikasikan oleh Megawati Institute.
"Yang disampaikan Pak Amien itu berasal dari BPS dan disitir oleh Megawati Institute," ujar Dradjad.
"Intinya Pak Jokowi bagi-bagi sertifikat itu memang harus dilakukan tapi jangan hanya itu. Masalahnya adalah ketimpangan penguasaan lahan," ucapnya.
Timpang
Dradjad memaparkan data Hasil Riset Oligarki Ekonomi dari Megawati Institute. Hasil riset tersebut menyatakan rasio gini ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia terus meningkat dan bahkan lebih tinggi dibandingkan pada masa Orde Baru.
(Baca juga: PAN Kritik Sertifikat Tanah Bisa Jadi Jebakan Maut, Ini Tanggapan JK)
Rasio gini lahan di Indonesia pada tahun 1983 berada pada angka 0,5. Pada tahun 1993 rasio meningkat menjadi 0,64. Kemudian pada tahun 2003 rasio gini lahan mencapai 0,72 dan menurun menjadi 0.68 pada tahun 2013.
"Rasio gini semakin tinggi itu artinya semakin timpang. Rasionya 0 sampai 1. Kalau 0 itu artinya tidak timpang. Ketika makin tinggi artinya makin jelek atau semakin tinggi ketimpangannya," kata Dradjad.
Selain itu ia juga menyoroti program redistribusi tanah yang dinilai belum menjadi fokus utama. Sementara redistribusi tanah merupakan komponen terpenting reforma agraria.
Dradjad mengatakan, dalam periode 2015-Agustus 2017 terdapat 245.097 bidang tanah redistribusi yang mendapat sertifikat. Artinya angka itu hanya 8,5 persen dari jumlah sertifikat.
"Bagi-bagi sertifikat belum bisa dimasukkan ke dalam reforma agraria. Sertifikat itu hasil akhir dari problem penguasaan lahan. Seharusnya bagi-bagi sertifikat berasal dari redistribusi tanah," ujar Dradjad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.