JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi juga menuntut agar hak politik terdakwa Setya Novanto dicabut setelah menjalani masa pidana.
Dalam tuntutannya, jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan vonis 16 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa meminta agar majelis hakim mencabut hak politik terdakwa selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.
Hal itu disampaikan jaksa KPK saat membacakan tuntutan terhadap Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (29/3/2018).
"Pidana tambahan mencabut hak dalam jabatan publik 5 tahun setelah selesai pemidanaan," ujar Jaksa.
(Baca juga : Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara)
Dalam pertimbangannya, menurut jaksa, Novanto adalah anggota DPR sekaligus ketua fraksi yang mengendalikan dan mengkoordinasi anggotanya yang tersebar di komisi dan alat kelengkapan Dewan.
Terdakwa karena pengaruhnya itu mengintervensi proses penganggaran, pengadaan barang dan jasa untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri maupun kelompoknya.
Dengan kata lain, kata Jaksa, Novanto menggunakan pengaruh politik untuk melakukan perbuatan sebagaimana diuraikan di atas.
(Baca juga : Setya Novanto Dituntut Bayar Uang Pengganti Sekitar Rp 72,5 Miliar)
Oleh karena itu, dapat disimpulkan Novanto telah menggunakan wewenang untuk mendapatkan keuntungan pribadi, keluarga atau kelompoknya.
"Untuk menghindari negara dikelola orang-orang yang menggunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi, keluarga atau kolega serta melindungi publik dari fakta, informasi, persepsi yang salah tentang orang yang akan dipihnya, maka perlu mencabut hak terdakwa untuk dipilih atau menduduki jabatan publik," ujar Jaksa.
Setya Novanto dinilai telah memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
(Baca juga : Jaksa Tolak Permohonan Justice Collaborator Setya Novanto)
Selain itu, Novanto juga diperkaya dengan mendapat jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 seharga 135.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,3 miliar (kurs 2010).
Menurut jaksa, Novanto yang merupakan mantan Ketua DPR RI itu secara langsung atau tidak langsung mengintervensi proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP tahun 2011-2013.
Novanto bersama-sama dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong mengatur proses penganggaran di DPR.
Selain itu, ia juga mengintervensi proses pengadaan barang dan jasa dalam proyek.