Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKPU atau Perppu, Aturan Terbaik Ganti Peserta Pilkada Berstatus Tersangka

Kompas.com - 29/03/2018, 11:27 WIB
Yoga Sukmana,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pergantian peserta pilkada yang berstatus tersangka terus bergulir. Terakhir, pemerintah mengusulkan agar aturannya dimuat di dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Hal ini berbeda dengan usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sejak awal menyarankan pemerintah untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Menurut pakar hukum Universitas Trisakti Abdul Abdul Fickar Hadjar, bila perhatiannya masalah waktu, maka aturan itu cukup di PKPU sebagai pelaksanaan dari UU Pemilu khususnya yang menyangkut tata cara pencalonan. Namun, ia memberikan catatan.

"Tetapi biasanya PKPU itu bersifat tidak permanen karena perubahan dari perkembangan model demokrasi pemilihan langsung. Jadi biasanya setiap periode pemilu PKPU diubah," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (29/3/2018).

Baca juga : Dorong Perppu Pilkada, Ketum Golkar Akan Bertemu Presiden Jokowi

Sementara itu bila ingin lebih permanen, menurut Abdul, Perppu adalah pilihan yang pas. Sebab, nantinya Perppu akan disahkan DPR menjadi undang-undang.

Soal kegentingan, Abdul menilai bisa saja pemerintah mengambil jalan lewat Perppu.

Situasi penersangkaan peserta pilkada bukan gejala biasa namun sudah masif sehingga bisa saja dianggap genting.

"Masifitas pentersangkaan Cakada (calon kepala daerah) oleh KPK bisa ditafsir sebagai keadaan nemaksa atau darurat," kata dia.

Sementara itu, Pakar hukum tata negara sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai, wacana pembuatan aturan pergantian peserta pilkada perlu dipertimbangkan dengan matang.

Baca juga : Jimly: Pemerintah Jangan Terlalu Murah Keluarkan Perppu

Bila pilihannya lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu), maka pemerintah harus melihat faktor kegentingan di dalamnya atau tidak.

"Kalau keadaannya mendesak ya Perppu (lewat) itu. Tetapi kita jangan terlalu murah dengan Perppu itu," ujarnya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (28/3/2018).

Jimly mengingatkan pemerintah bahwa dikeluarkannya Perppu hanya untuk kondisi yang dinilai genting atau darurat. Namun, menurutnya, pemerintah juga perlu cermat dan tidak menganggap satu kondisi sebagai kegentingan.

Namun, bila pilihannya melalui peraturan komisi pemilihan umum (PKPU), maka Jimly mengingatkan ada ya potensi pelanggaran kepada UU Pemilu.

Meski begitu, bukan aturan itu tidak mungkin ada di PKPU. KPU tutur dia hanya perlu melihat apakah ada kekosongan pengaturan di UU atau tidak terkait pergantian peserta pilkada.

Bila ada, maka menurutnya KPU bisa mengisi kekosongan itu. Hal ini dinilai akan jauh lebih baik ketimbang KPU menabrak UU yang ada.

Kompas TV Komisi III DPR menggelar rapat kerja dengan Jaksa Agung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com