Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur Sultra yang Dituntut 18 Tahun Penjara, Kini Hadapi Vonis Hakim

Kompas.com - 28/03/2018, 07:48 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam akan menjalani sidang pembacaan putusan hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (28/3/2018).

Nur Alam sebelumnya dituntut hukuman 18 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga dituntut membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar dari keuntungan yang diperoleh dari izin pertambangan yang diberikan Nur Alam kepada pengusaha.

Tak hanya itu, jaksa juga menuntut pencabutan hak politik terhadap Nur Alam.

(Baca juga: Tuntutan KPK untuk Gubernur Sultra Tertinggi di Antara Perkara-perkara Kepala Daerah)

Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan Nur Alam tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang giat memberantas korupsi. Selain itu, perbuatan Nur Alam mengakibatkan kerusakan lingkungan di Pulau Kabaena, Bombana dan Buton.

Menurut jaksa, Nur Alam melakukan perbuatan melawan hukum dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.

Kemudian, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi  Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).

Nur Alam dinilai merugikan negara sebesar Rp 4,3 triliun. Perbuatannya telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam jabatannya sebagai Gubernur.

Menurut jaksa, perbuatan melawan hukum tersebut telah memperkaya dirinya sebesar Rp 2,7 miliar. Kemudian, memperkaya korporasi, yakni PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 miliar.

(Baca juga: Jaksa KPK Minta Hak Politik Gubernur Sultra Nur Alam Dicabut)

Perbuatan Nur Alam telah mengakibatkan kerugian negara yang berasal dari musnahnya atau berkurangnya ekologis/lingkungan pada lokasi tambang di Pulau Kabena yang dikelola PT AHB.

Sesuai perhitungan, kerugian terkait kerusakan tanah dan lingkungan akibat pertambangan PT AHB di Kabupaten Buton dan Bombana, sebesar Rp 2,7 triliun. Jumlah tersebut dihitung oleh ahli kerusakan tanah dan lingkungan hidup, Basuki Wasis.

Selain itu, Nur Alam dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 40,2 miliar dari Richcorp International Ltd. Menurut jaksa, uang dari Richcorp itu ada kaitan dengan perizinan yang dikeluarkan terhadap PT AHB.

Adapun, hasil penjualan nikel oleh PT AHB dijual pada Richcorp International. Menurut jaksa, karena bukan dari sumber yang sah, maka uang tersebut harus dianggap sebagai suap.

Kompas TV ICW juga melihat dampak rusaknya lingkungan yang sangat parah, akibat ijin usaha pertambangan yang bermasalah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com