JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo angkat bicara tentang kontroversi Arief Hidayat yang baru saja dibacakan sumpah jabatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Pembacaan sumpah jabatan Arief Hidayat menuai polemik karena dia tersangkut sejumlah permasalahan etik. Namun, Presiden Jokowi mengatakan, Arief merupakan pilihan DPR.
"Kita tahu Prof Arief adalah hakim MK yang dipilih oleh DPR. Harus tahu dulu semuanya," ujar Presiden seusai menyaksikan sumpah jabatan Arief di Istana Negara, Jakarta, Selasa (27/3/2018).
Soal Arief yang sempat dua kali terjerat pelanggaran etik, Presiden Jokowi mengatakan bahwa sebagai presiden dia tidak memiliki kewenangan dalam hal itu.
"Kalau ada anggapan tadi mengenai etik, jelas itu mekanismenya ada di MK. Jangan saya disuruh masuk ke wilayah yang bukan wilayah saya," kata Presiden Jokowi.
(Baca juga: Presiden Dinilai Tak Sensitif soal Sanksi Etik Arief Hidayat)
Arief Hidayat hari ini mengucapkan sumpah sebagai Hakim Konstitusi periode 2018-2023. Setelah disetujui DPR, Presiden Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 139p Tahun 2017 tentang Pengangkatan Hakim MK.
Pengucapan sumpah jabatan itu dilaksanakan di Istana Negara, Jakarta.
Kontroversial
Sosok Arief sebagai hakim konstitusi cukup kontroversial. Setidaknya Arief dua kali tersandung persoalan etik.
Pada 2016, Arief Hidayat mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK.
Pemberian sanksi itu dilakukan karena Arief dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" seorang kerabatnya.
(Baca juga: Politisi Gerindra Kritik Pembacaan Sumpah Arief Hidayat di Tengah Kontroversi Etik)
Dalam katebelece yang dibuat Arief itu terdapat pesan kepada Widyo Pramono agar menempatkan salah seorang kerabatnya dengan bunyi pesan, "Mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak".
Kali kedua, Dewan Etik MK menyatakan Arief terbukti melakukan pelanggaran ringan pada akhir 2017.
Arief dilaporkan telah melakukan pelanggaran kode etik sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan terkait pencalonannya kembali sebagai hakim konstitusi di DPR, Rabu (6/12/2017).
Atas putusan tersebut, Dewan Etik MK menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan kepada Arief.
"Pada 11 Januari 2018, Dewan Etik menuntaskan pemeriksaan dan hasilnya menyatakan bahwa hakim terlapor terbukti melakukan pelanggar kode etik ringan. Oleh karena itu, Dewan Etik menjatuhkan sanksi teguran lisan," ujar Juru Bicara MK Fajar Laksono saat memberikan keterangan pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (16/1/2018).
Fajar mengatakan, dalam pemeriksaan oleh Dewan Etik, Arief terbukti melanggar kode etik karena bertemu dengan sejumlah Pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.
Menurut Fajar, Arief menghadiri pertemuan tersebut tanpa undangan secara resmi dari DPR, melainkan hanya melalui telepon.