DEPOK, KOMPAS.com - First Travel ternyata pernah tidak terdaftar dalam asosiasi umrah di Indonesia.
Mantan Kepala Divisi Legal First Travel Radhitya Arbenvisar dalam persidangan di Pengadilan Negeri Depok, Senin (26/3/2018) mengatakan, pada 2016, Kementerian agama memberlakukan aturan yang lebih ketat.
Perusahaan travel umrah yang tak terdaftar di asosiasi tidak bisa mendapat visa keberangkatan. First Travel, kata dia, tak terdaftar dalam asosiasi karena pernah ditolak.
"Karena tidak terdaftar sebagai travel umrah sehingga mengakuisisi perusahaan," kata Radhitya, Senin.
(Baca juga: Mantan Karyawan Sebut Bos First Travel Beli Perusahaan dengan Nama Orang Lain)
"Pada musim itu First Travel mengalami kesulitan visa karena tidak terdaftar sebagai asosiasi umrah di Indonesia," katanya melanjutkan.
Oleh karena itu, First travel tersebut mengakuisisi sejumlah perusahaan antara lain, PT Hijrah Bersama Taqwa dan PT Interculture Torindo.
"Saat itu Andika infokan ke saya, diakuisisi tujuannya agar bisa didaftarkan sebagai provider visa," lanjut dia.
Radhitya tak mengetahui bagaimana operasional perusahaan yang dibeli untuk menyokong First Travel. Sebab, tak lama setelah proses di notaris selesai, Radhitya resign.
Ia pun mengakui uang untuk membeli perusahaan itu diserahkan Andika melalui dirinya sebesar Rp 3,6 miliar.
(Baca juga: Adik Kandung Bos First Travel Menolak Jadi Saksi Dalam Sidang)
Dalam surat dakwaan, Bos First Travel membeli perusahaan PT Hijrah Bersama Taqwa dan PT Interculture Torindo pada 2016 masing-masing senilai Rp 1,2 miliar. Mereka juga membeli perusahaan Yamin Duta Makmur senilai Rp 2,5 miliar.
Untuk PT Interculture Torindo, pembelian dibuat atas nama Ali Umasugi. Pembayaran dilakukan melalui Radhitya dengan total uang Rp 3,6 miliar.
Selain membeli perusahaan, menurut dakwaan, Anniesa dan Andika menggunakan uang tersebut untuk membeli restoran Golden Day di London senilai Rp 10 miliar. Restoran itu kemudian diubah namanya menjadi restoran Nusa Dua.