JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch ( ICW) Emerson Yuntho menilai KPK perlu menindaklanjuti munculnya nama Puan Maharani dan Pramono Anung yang disebut terdakwa korupsi KTP elektronik Setya Novanto menerima uang 500.000 dollar AS terkait proyek tersebut.
"Yang pasti nyanyian dari Setya Novanto ini menarik, ini bukan babak baru, tetapi babak penyisihan," ujarnya dalam acara diskusi di Jakarta, Sabtu (24/3/2018).
Emerson mengatakan, bila mengacu kepada dakwaan terdakwa kasus korupsi e-KTP Irman dan Sugiharto, maka jumlah orang yang menerima uang jumlahnya 72 nama. Namun yang saat diproses KPK baru 8 nama.
Baca juga : Dokter IGD Pilih Dipecat Ketimbang Rekayasa Data Medis Setya Novanto
Menurut Emerson, yang menarik adalah ada nama baru yang muncul yaitu dua petinggi PDIP, Puan Maharani dan Pramono Anung.
"Ini perlu ditelusuri oleh KPK, betul bahwa nama baru ini enggak bisa dipungkiri harus diproses, penelusuran itu bisa dalam tahapan investigasi atau penyelidikan," kata dia.
Menurut dia, tindak lanjut informasi dari Setya Novanto perlu di lakukan untuk membuktikan benar atau tidaknya Puan dan Pramono menerima uang proyek KTP elektronik.
Baca juga : KPK Akan Cek Bukti Lain untuk Dalami Pengakuan Novanto soal Puan dan Pramono
KPK tutur Emerson, harus mencari tahu apakah uang korupsi yang disebutkan dilakukan oleh Setya Novanto masuk kantong sendiri atau didistribusikan ke orang lain.
"Di proyek e KTP Setya Novanto disebut sebut memperkaya diri sendiri dan dianggap menerima Rp 71 miliar. Pertanyaannya adalah, apakah uang itu diambil sendiri oleh di bagi-bagikan nih biar enggak ramai," kata dia.