JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Hetifah Sjaifudian berpendapat bahwa program pembagian sertifikat tanah ala pemerintahan Presiden Joko Widodo justru bertujuan untuk menekan tingginya konflik agraria.
Menurut Hetifah, konflik agraria seringkali timbul akibat kepemilikan lahan yang tidak jelas. Dengan adanya sertifikasi, setiap jengkal tanah akan jelas kepemilikannya.
"Soal sertifikasi itu juga untuk menghindari konflik agraria. Kalau tidak jelas kan bisa saling klaim," ujar Hetifah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/3/2018).
"Jadi kalau program ini selesai, semua bidang sejengkal pun jelas kepemilikannya. Apakah lahan milik negara, suatu perusahaan atau ini milik perseorangan," kata dia.
(Baca juga: Sentilan Amien Rais dan Mengembalikan Reforma Agraria ke Relnya...)
Hetifah mencontohkan, banyaknya konflik agraria yang terjadi di Kalimantan Timur. Konflik agraria terjadi karena banyak lahan yang tidak jelas kepemilikannya.
Akibatnya, berbagai pihak dapat saling klaim tanpa ada bukti yang jelas.
"Justru melindungi masyarakat dari konflik agraria. Sekarang di daerah Kaltim itu banyak sekali konflik. Itu salah satu problem kenapa Pak Jokowi akhirnya dorong ini di samping membantu masyarakat," tuturnya.
(Baca juga: PAN: Program Sertifikat Tanah Jokowi Jadi Jebakan Maut untuk Masyarakat)
Di sisi lain, lanjut Hetifah, program pembangunan yang diupayakan pemerintah juga berpotensi terhambat jika sertifikasi lahan tidak berjalan.
Dengan begitu, masyarakat tidak dapat menerima haknya untuk menikmati pembangunan.
"Karena tidak ada ketidakjelasan masalah lahan, pemerintah mau bangun jalan misalnya atau bendungan kan sering terhambat. Kepentingan publik untuk mendapatkan satu program strategis yang membutuhkan tanah juga harus dilindungi," kata Hetifah.