JAKARTA, KOMPAS.com - Program bagi-bagi sertifikat tanah oleh pemerintah mendapatkan sorotan publik setelah dikritik oleh Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais karena dinilai tidak mencerminkan agenda reforma agraria.
Lantas apalah benar pemerintahan Jokowi tidak menjalankan reforma agraria sesuai dengan Nawacita? Ketua Dewan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Iwan Nurdin punya pandangan sendiri.
"Pemerintahan Jokowi melaksanakan reforma agraria dalam kadar yang sedikit," ujarnya dalam diskusi di Kantor DPP PAN, Jakarta, Rabu (21/3/2018).
Baca juga : PAN: Program Sertifikat Tanah Jokowi Jadi Jebakan Maut untuk Masyarakat
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi juga sudah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya yakni saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurut Iwan, pemerintah belum memprioritaskan redistribusi tanah kepada rakyat. Saat ini, tutur dia, 35 juta hektar hutan diberikan kepada 500 pengusaha.
Sementara tanah kawasan hutan yang diberikan untuk rakyat hanya 1,2 juta hektar. Dari situ, Iwan menilai pemerintah belum memiliki prioritas pelepasan kawasan hutan kepada rakyat.
Selain itu, kata dia, reforma agraria tidak dijalankan secara menyeluruh, namun hanya berkutat dengan program sertifikasi tanah. Padahal sejatinya, reforma agraria tidak sebatas bagi-bagi sertifikat tanah.
Baca juga : Ketum PAN: Pemerintah Tak Perlu Emosional Tanggapi Kritik Amien Rais
Menurut Iwan, reforma agraria harus dimulai dengan pendataan tanah secara menyeluruh. Dari situ maka pemerintah akan memiliki gambaran tentang ketimpangan kepemilikan tanah.
Setelah itu, barulah pemerintah bisa menentukan siapa orang-orang yang bisa mendapatkan tanah dan orang yang tanahnya perlu dikurangi karena kepemilikan tanahnya yang luas.
Pasca proses tersebut, pemerintah bisa melakukan sertifikasi tanah. Jadi sertifikasi tanah dilakukan pada bagian akhir reforma agraria, bukan di awal.
"Kalau di tempatkan di depan, dia melayani orang yang telah bertanah. Tanah sedikit, luas, diberi sektifikat. dengan sendirinya dia tidak menuju reforma agraria yaitu mengurangi ketimpangan," kata dia.
"Bayangkan saya punya 100 meter, kamu punya 100 ribu hektar tanah, sama-sama disertifikat. Bukan kah itu justru melegalkan ketimpangan kepemilikan tanah?," sambung dia.