Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amnesty Internasional: Hak Elektoral dan Pluralisme di Indonesia Alami Kemerosotan

Kompas.com - 20/03/2018, 11:38 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan data yang dikeluarkan Economy Intelligence Unit, indeks demokrasi Indonesia kini mengalami penurunan dari segi hak sipil, dan juga dalam hak elektoral.

"Hak elektoral dan pluralisme di Indonesia mengalami kemerosotan. Salah satunya dipicu oleh kasus Ahok, adanya kecenderungan yang tinggi untuk tidak memilih pemimpin berdasarkan agama yang berbeda maupun pemenjaraan Ahok itu sendiri," ujar Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dalam diskusi bertajuk "Catatan Reflektif 20 Tahun Kontras, 20 Tahun Reformasi" di Kantor Kontras, Jakarta, Senin (19/3/2018).

(Baca juga: Merawat Perjuangan HAM Melalui Generasi Milenial)

Diperkirakan, jelang pesta demokrasi, salah satu tantangan terberat dalam perjuangan hak asasi manusia (HAM) adalah potensi peningkatan radikalisme.

Ia mengungkapkan, persoalan radikalisme telah menjadi salah satu isu keamanan utama pemerintah hingga saat ini, dimulai sejak era mantan Presiden Megawati Soekarnoputri saat menanggulangi insiden Bom Bali tahun 2002.

"Itu adalah prioritas Megawati dalam bidang keamanan, terutama menyikapi Bom Bali yang juga dipicu akibat penyerangan 11 September 2001," ujar Usman.

Hal senada juga disampaikan oleh Mantan Koordinator Kontras Haris Azhar. Ia khawatir konsep hak asasi manusia akan disalahgunakan untuk kepentingan tertentu jelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Hal itu akan berujung pada egoisme kelompok tertentu yang bisa memicu konflik horizontal di kalangan masyarakat.

"Situasi ini nanti dugaannya akan mencapai titik kulminasinya di pemilu tahun depan. Ketika kelompoknya dirugikan dibilang ngaku korban HAM. Tapi ketika kelompok itu menimbulkan korban HAM, enggan mengakui," kata Haris.

(Baca juga: Franz Magnis Berharap Jokowi Fokus Berantas Korupsi dan Selesaikan HAM Masa Lalu)

Haris juga meminta agar konsep HAM tak sekedar dijadikan alat kepentingan kelompok atau sekedar janji manis kandidat dalam kampanye jelang pemilihan.

 

Politisasi SARA

Sementara itu, Koordinator Badan Pekerja Kontras Yati Andriyani mengungkapkan, politisasi suku, agama, ras dan antar golongan telah terbukti menimbulkan dampak yang buruk dalam keberlangsungan demokrasi.

"Ini sudah kita alami bagaimana isu SARA menjadi medium untuk mendapatkan suara. Kemudian terkait penyebaran berita bohong dan juga sejumlah kekerasan yang terjadi pada proses elektoral," kata Yati.

(Baca juga: Aktivis HAM dan Buruh Migran Indonesia Kecam Arab Saudi yang Eksekusi Mati Misrin)

Hal tersebutlah yang membuat aktor-aktor pelanggaran HAM menjadi semakin banyak dan membuat agenda perjuangan HAM menjadi jalan di tempat. Yati menilai, persoalan HAM yang terjadi di dalam masyarakat justru akan memunculkan dampak yang cukup berbahaya.

Sehingga, seluruh elemen masyarakat harus bersinergi dan mengesampingkan egoismenya untuk melawan berbagai aksi radikalisme dan upaya pecah belah masyarakat yang dilakukan oleh kelompok kepentingan tertentu.

Kompas TV Deklarasi ditujukan untuk menangkal ujaran kebencian di media sosial selama pelaksanaan pilkada tahun ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com